Halaman

Kamis, 14 Juni 2012

Everest: hari 18

Pendakian gunung tidak pernah dapat kau prediksi. Sebaik apa pun persiapan dan perencanaan mu, masih ada 3 faktor yang sangat menentukan -- yang mampu merubah segala schedule yang telah kau tetapkan: faktor alam, faktor kejadian tiba-tiba, dan faktor kemurahan Tuhan....

sempat makan sushi di EBC:)
 Setelah peristiwa avalanche kemarin yang menyebabkan jadwal summit tim selatan mundur ke tanggal 20, kini salah satu pendaki selatan, Ardhesir, dinyatakan tidak dapat melanjutkan misi karena kesehatan yang memburuk. Ardhesir terkena radang tenggorokan parah. Setiap jalan beberapa langkah, ia muntah.

  Sebenarnya ini diawali dari hal kecil -- Ardhesir sakit batuk beberapa saat menjelang keberangkatan dari EBC menuju puncak. Awalnya itu adalah batuk biasa. Tapi ternyata batuk tidaklah hanya sekedar batuk di ketinggian di atas 6000 m. Keringnya udara telah membuat batuknya memburuk dan akhirnya melukai bagian dalam kerongkongannya. Ardhesir mengalami kesulitan makan dan tidur selama 2 hari sebelum akhirnya diturunkan.

 Perjalanan tim selatan hanya akan dilanjutkan oleh Fajri, dengan jadwal summit tanggal 20, ditemani oleh 2 pendaki lainnya berkewarganegaraan jepang.  Sedangkan tim utara, yang berangkat dari tibet, masih bisa berjalan sesuai jadwal -- dengan 2 pendaki, dan rencana summit tanggal 19. Itu berarti tim utara diperkirakan akan summit besok. Sejauh ini mereka ngga ada kendala yang berarti...syukurlah...

suasana camp di pagi hari, tertutup salju
Ngomong-ngomong soal pendakian, tentunya kau tidak akan melupakan kami yang hidup di EBC untuk menunggu setiap harinya. Menunggu kabar baik ( jika tim kami berhasil mencapai summit) ataupun kabar buruk ( jika kami mendengar berita kecelakaan di atas sana). Angin kencang dan salju cenderung turun jelang sore dan malam hari, membuat siapa pun tak sudi ke toilet jika sudah masuk ke tenda masing-masing,  dan akhirnya menggunakan pispot masing-masing. Jangan mengharapkan tidur malam yang nyenyak, karena itu tidak akan pernah terjadi... Kau akan terbangun beberapa kali, entah karena mimpi buruk, ingin buang air, atau kesulitan bernapas...dan menyadari bahwa saluran hidungmu dipenuhi darah kering sehingga harus dibersihkan. Dan saat kau mencoba untuk tidur kembali, kau akan kesulitan tidur sehingga pikiranmu bisa mengelana sampai ke negeri antah berantah. Lalu saat kau akan tersadar saat tendamu mulai dimasuki cahaya mentari, dan seorang sherpa koki memanggil dirimu dari luar tenda,
"Good morning, didi..." Itu Mandorje. Dia datang untuk mebawakan handuk kecil panas untuk mencuci muka dan segelas dut chiya. Keberadaan mereka adalah salah satu bagian terbaik tinggal di EBC, selain dari pemandangannya yang juga spektakuler.

jurus andalan klo makanan g cocok di lidah: sambal terasi
Avalanche adalah salah satu bagian yang menakutkan dari tinggal di tempat ini...tapi kau tidak perlu terlalu mengkhawatirkannya secara khusus, karena avalanche terjadi setiap hari. Yang perlu kau khawatirkan saat suara avalanche begitu dekat dengan tendamu...

 Tepat di bukit belakang camp tim kami adalah helipad. Helikopter datang beberapa kali dalam sehari... Terkadang untuk membawa makanan dan obat-obatan, di waktu lain karena harus membawa pendaki atau sherpa yang kecelakaan selama perjalanan di gunung.  Meskipun kami lebih berharap kedatangan helikopter adalah untuk membawa obat dan makanan, toh korban pendakian yang harus dievakuasi nyaris ada setiap hari selama musim pendakian.
salah satu minuman favorit kami:)

 Apakah yang menjadi penghibur kami selama tinggal di EBC?? Makan sambil mencuil-cuil sambal terasi (ampuh mengobati kangen pada masakan tanah air), menulis diary (efektif mengurangi stres), dan berbagi cerita sambil berdiang di samping pemanas ruangan (mengurangi rasa kangen terhadap keluarga). Begitulah keseharian kami selama di EBC... Meskipun ada harapan untuk segera pulang, momen-momen ini pasti akan kukangeni....

didi = saudara perempuan
dut chiya = teh susu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar