Gavin -- salah satu anak yang saya kenal -- sangat akrab dengan gadget |
Penggarapan ide “Anak dan Tehnologi” muncul dari produser saya di acara 360. Jujur saja, awalnya ngga terlalu tertarik. Memangnya ada apa dengan anak2 yang sekarang bisa mengoperasikan smartphone dan buka internet? Toh...anak2 sekarang emang generasi gadget – mereka melek tehnologi. (Jadi ingat klo dulu pas masih kecil, saya masih main masak2an, barbie, atau ‘olahraga’ lapangan seperti main lompat karet dan benteng...)
Tapi saat fokus topik ini dibawa ke ranah narkoba dan pornografi...jujur...kaget banget. Betapa anak2 sudah dirusak dengan penyalahgunaan fasilitas internet. Sebelumnya, saya ngga pernah membayangkan anak2 mengenal transaksi narkoba via internet...dan ngga pernah terpikir bahwa pengetahuan seks anak SD sudah sangat update ‘berkat’ internet. Pertanyaannya, siapa yang memberitahu mereka tentang keberadaan situs2 tersebut?
Awalnya orang tua membekali blackberry atau smartphone ke anak2 mereka untuk memudahkan komunikasi, tanya PR ke teman, minta antar-jemput sekolah, dll. Fenomena model gini emang lebih banyak terjadi di kota2 besar sihhh...orang tuanya pada sibuk semua....Siapa yang sangka kalau fasilitas BBM, chat, dan sejenisnya digunakan untuk dagang narkoba??!! Dan cara yang sama digunakan untuk broadcast video porno?
Yang lebih parah lagi, sebagian orang tua kasi gadget ke anak mereka tanpa tau sebenarnya gimana cara pake gadget...nah...lho?!! Atau ada juga yang kasi gadget ke anaknya yang masih balita, supaya anaknya diem,tenang....ngga lari kesana-kemari...tanpa tau anaknya tuh buka situs apa.
Masalahnya adalah para ‘pedagang’ narkoba dan situs porno itu sekarang sudah makin cerdik. Mereka menamai situs mereka dengan nama2 tokoh kartun ataupun barang2 yang jadi favorit anak2. Jadi saat clue kata tersebut dimasukan ke google, misalnya, muncul deh situs dagang narkoba atau video porno itu sebagai salah satu opsi. Dan kalau anak2 sudah membuka situs itu 1x, siapa yang menjamin dia ngga bakal buka untuk ke 2x, 3x, 4x...????
Akhir2 ini saya banyak mendengar anak2 kecil mengenal narkoba dan pemerkosaan yang melibatkan anak usia belasan tahun --- bukan sebagai korban, melainkan sebagai pelaku. Apakah kita akan membiarkan kasus ini menjadi hal yang lumrah muncul di berita2 televisi dan koran kita??!!!
Salah satu narasumber saya dalam topik ini adalah Aries Merdeka Sirait – Ketua Komnas Perlindungan Anak. Di balik perawakannya yang mirip tokoh antagonis (hehehehe....peace, bang Aris..:)...), pemikirannya mengenai pengaruh gadget pada dunia anak justru lebih menarik. Inilah beberapa pertanyaan dari wawancara saya dengannya....
Reporter :
Untuk fakta peredaran narkoba sekarang sudah merambah masuk ke sekolah dasar bahkan. sebenarnya apa trik yang dilakukan oleh para pengedar ini sampai bisa diterima anak SD?
Narsum :
Ya sekarang kini peredaran narkoba itu sudah cukup menakutkan yah, hanya ada di dunia ini yang pernah dibongkar, satu container sikotropika, hanya di Indonesia ada itu. Itu artinya menggambarkan bahwa konsumennya itu lebih banyak sekali di Indonesia.
Nah ketika polisi mulai bergerak cepat melokalisir para pengedarnya, maka dia menggunakan strategi baru, , karena polisi, BNN sudah mulai merapat dan sudah mulai canggih, sudah mulai professional.
Nah sekarang beralih bahwa konsumennya diarahkan ke anak – anak remaja. Anak remaja itu mulai dari SMP dan SMA, itu awalnya. Tetapi sekarang sudah merembet ke anak – anak yang SD, SDnya ini adalah dipakai bukan sebagai konsumennya tetapi sebagai kurirnya.
Reporter :
Tekhniknya apa?
Narsum :
Tekhniknya itu tadi bahwa ada namanya menciptakan itu semua mengandung narkoba, itu dalam konteks apa? Membuat ketergantungan dulu kepada anak – anak, lalu anak – anaknya ini bisa digunakan sebagai kurir.
Reporter :
Mungkin bisa diceritain kembali bang apa sih kasusnya?
Narsum :
ketika saya diminta mendampingi selama diproses pemeriksaan di Polres Pelabuhan di Tanjung Priuk. Transaksinya begini, pertama memang si Ayah dan Ibunya ini sudah menjadi target polisi, polisi mengumpan mau membeli narkoba, oke diumpan seperti itu. janjianlah disalah satu Mall di daerah klapa gading yang juga itu tempat Apartemen kelas menengah atas. Mulai dipancing disitu.
tetapi alangkah kaget polisi justru yang mengantarkan narkoba itu adalah dua anak – anak manis – manis, kembar lagi. Kaget, tetapi polisi kok lho jadi kaya gini gitu kan, akhirnya anak itu diambil.
Mungkin --kemungkinan besar menurut polisi --itu diamati oleh kedua orang tuanya.ketika itu tertangkap anaknya, lalu ini sudah tidak ada lagi bapak ibunya.
polisi berinisiasi menelepon kita untuk mendampingi itu, terjadilah pembongkaran kasus itu bahwa anak – anak inilah yang dipakai kurir dan anak kandung dari pasangan suami istri kembar pula dia
Reporter :
Sebenarnya bang kalau kita lihat itu terjadi di Jakarta ya ?
Narsum :
Jakarta ya
Reporter :
Daerah mana Jakartanya termasuk rawan ?
Narsum :
Hampir semua,
Reporter :
anak – anak bisa kita katakan sangat melek tekhnologi, mereka pakai twitter, pakai facebook dan kemudian rata – rata sudah pegang Blackberry. nah itu ada mengambil andil gak bang di dalam peredaran?
Narsum :
Jadi itu lebih mempermudah transaksi, kalau dulu adalah Face to face sekarang adalah Modelnya seperti itu tidak lagi fece to face,tetapi dia berkenalan di dunia maya.
Ada kasus misalnya ketika dia itu tertipu karna menggunakan situs jejaring internet, facebook dan twitter. kamu dapat pekerjaan.kamu pergi dulu ke Malaysia,ambil barang disana.itu adalah barang onderdil sepeda motor.datanglah anak ini dan tidak berkenalan, kenalnya hanya di facebook itu, tidak face to face.bayangkan anak itu kesana....dia bawa itu boxs itu tertangkap.....itu nilainya 10M, itu anak – anak menggunakan jaringan itu. Jadi bisa anak menjadi kurir diminta oleh si cukongnya ini lewat facebook itu
Reporter :
Waktu itu umurnya berapa ya ?
Narsum :
Umur anak itu 16 tahun ...yang harus dilakukan adalah membangun kesadaran keluarga – keluarga, memberikan keterampilan kepada keluarga, mendeteksi anak ini kena narkoba atau tidak. Ini pengetahuan orang tua tidak ada
Reporter :
Ini sebenarnya seberapa serius bang, terjadi hanya di Jakarta saja atau sebenarnya ada daerah yang lain?
Narsum :
Saya itu kebetulan pergi kebeberapa kabupaten yang masih pemekaran. ditemukan sasarannya anak – anak SMA.salah satu misalnya -- saya sudah lakukan investigasi mendalam -- sebuah kabupaten yang baru, 7 jam dari kota medan persisnya di kabupaten tobahasa.
jadi saya kesana prihatin. ternyata saya temukan disitu ada 26 ribu remaja SMP dan SMA menjadi sasaran pengedar – pengedar narkoba yang di Jakarta itu sudah terusir.artinya sudah dikenali oleh penegak – penegak hokum, dia pindah kesana dan mengedarkan narkoba disitu ..... Karna cukong – cukong atau pengedar itu tidak bisa lagi ruang geraknya
Reporter :
Kaya gini jadi konsepnya ?
Narsum :
Oh iya jadi artinya perlu ada pengetahuan yang baik bagi orang tua minimal mengenal satu: Apa itu sikotropika,
ada banyak orang tua “ jangan pernah isap ganja ya”, padahal orang tuanyapun belum pernah melihat ganja. jadi artinya pengetahuan terhadap jenis – jenis narkoba.
lalu kemudian pengetahuan orang tua itu melihat ciri perubahan perilaku anak itu.karna itu jelas tahu anak itu pecandu narkoba pasti perilakunya itu akan berubah, mulai dari dia sisiran dengan baik, biasanya mandinya bagus dan ini sekarang kalau ibunya suruh mandi sudah malas – malas mandi, sudah cuek terhadap penampilan yang sebelumnya rapih itu kan bisa dilihat, nah disitulah sebenarnya kemampuan orang tua,
Reporter :
tetapi kan kita tidak bisa menutup mata bahwa sebenarnya seiring dengan pertumbuhannya anak kan ada kerenggangan hubungan antara orang tua dan anak,
Narsum :
Jadi kalau ada alasan orang tua karna kesibukan dan kesibukan sehingga dia menyerahkan ke orang lain proses pendidikan...itu salah. Sekecil apapun, seterbatas apapun waktu harus menjadi tanggung jawab komunikasi harus di bangun, rumah harus diciptakan sebagai rumah yang ramah pada anak, rumah yang bersahabat, orang tua yang tempat curhat anak itu harus diciptakan, tidak ada alasan karna ada pekerjaan.
Reporter :
bagaimana supaya sosial media dan kemudian juga teknologi seperti blackberry justru lebih berdampak positif dari pada negative.atau sebenarnya untuk anak usia tetentu kita bilang tidak boleh pakai blackberry, itu gimana?
Narsum :
Saya kira ini kan teknologi ini kita tidak bisa hambat, larangan – larangan, regulasi – regulasi itu tidak mempan. terus terang saja dari 55 juta pengguna atau pelanggan internet itu diantarannya adalah 68% itu berusia di bawah 18 tahun
Peran Negara, kita kan selalu seolah – olah menyelesaikan masalah dengan regulasi, tapi regulasi tanpa adanya penegakan hokum tidak ada guna, jadi kita harus betul – betul.
kalau kita membuat regulasi,kita memberikan contoh yang baik,
“nak jangan merokok ya”, “nak kamu jangan sentuh ekstasi”,.... bapaknya sentuh ekstasi mau ngomong apa kamu?
“ Jangan merokok yah nak”.... Bapaknya merokok,.... Ini harus diubah, itu yang saya katakan ajarkan anak dengan kasih sayang.
Reporter:
Dimana ada kantong kemiskinan ada disitu narkoba?
Narsum:
Ada disitu, bagaimana membuat orang menjadi miskin sekali gitukan.
Reporter:
Bukan dimana ada uang disitu ada narkoba?
Narsum:
Ohh tidak, itu artinya bagaimana kantong kemiskinan supaya bisatergantung, karna apa dengan narkoba seolah-olah bias melayang-layang mimpi, ngga usah kaya pun tapi sudah…nah gitu lho . itu diperas disitu . itu orang kan selalu dikira wow narkoba itu dikota-kota besar yang punya uang...... omong kosong! Itu sudah masuk dikota-kota besar miskin, supaya mengajak itu berangan-angan dengan luar biasanya seperti itu. Akhirnya para petani kita akhirnya juga narkobaan.
Reporter :
Bagaimana dengan penggunaan tehnologi yang membuat anak mengenal pornografi?
Narasumber :
pornografi itu menurut saya lebih berbahaya dari narkoba. Kalau narkoba itu bisa direhabilitasi. Kalau sempat anak – anak itu pecandu narkoba itu akan mengecilkan otak tengah. Itu lebih dahsyat ngerinya.
Saudara saya di Yayasan Buah Hati itu jelas mempunyai hasil penelitian kelas 5 kelas 5, 6 itu di DKI Jakarta dari 2000 sampling itu 63% itu adalah pecandu pornografi. Candu terhadap pornografi, dan itu ada penelitian terhadap 2000 yang diteliti kelas 4, 5 dan 6..
saya mau komparasi dengan hasil penelitian tahun 2009 – 2010 dan di update terus dan itu dari 4726 sampel SMP, SMA, Remaja. Sekolah SMP, SMAitu 93% lebih. 93,7% itu mengaku pernah menonton tayangan porno 97% minus 3% lagi itu mengaku pernah melakukan hubungan seksual, 21,8% dari sampling yang saya sebutkan itu tadi pernah melakukan aborsi.
Konteks hampir 100% pernah menonton tayangan pornografi, tapi itu dimana? Dari internet, dari handphone, dari warnet – warnet dari kiriman dari teman – teman orang sebayanya. Itu bisa kita bayangkan sampling seperti itu dan itu dari 12 kota besar, tersebar di dalam 12 kota besar dengan sampling 4000an. Dan itu sudah cukup mewakili data,
itu anak remaja kita, mamahami sex itu seperti gaya hidup. Jadi jangan heran kalau ada status facebook, cium – ciuman antara mereka sendiri. Dianggap itu adalah sebagian dari gaya hidup, terus pakai tangtop apa itu peluk – pelukan dianggap status dan itu berubah – ubah statusnya inilah pemahaman yang sangat minimal anak – anak remaja kita, itu akhirnya sebagai gaya hidup, belum lagi dia mempertontonkan auratnya itu yang penting dia tidak mau melakukan hubungan seksual, tapi mempertontonkan itu banyak ditemukan di internet dan itu banyak juga yang disebar oleh teman – temannya,
Reporter :
Oke, pencegahannya seperti apa Bang? Tidak memiliki internet atau dirumah atau gimana?
Narasumber :
Sekali lagi saya tekankan, pencegahannya itu regulasi bukan larangan, tetapi dialog yang dikedepankan lebih dahulu banyak. Rumah harus menjadi sahabat. Kalau kita gaptek sebagai orang tua gagap teknologi tentang internet atau tentang teknologi yang apakah facebook, twitter dan sebagainya.
Itu bisa di take over sekolah, makanya pentingnya komunikasi antar orang tua lewat komite sekolah itu, jadi kalau ada orang tua yang kemampuan berfikirnya, kemampuan ilmunya tidak sebanding dengan pengetahuan yang datang bertubi – tubi maka di take over oleh sekolah, itu harus begitu.
Maka betapa pentingnya hubungan dengan komite sekolah ada jembatan gitu,
Reporter :
Kalau dilarang – larang malah makin nyantol ke..
Narasumber :
Teknologi sekarang dan bahwa persoalan sekarang ini kalau dilarang – larang dia akan berimprovisasi, dia akan berkonsultasi kepada orang lain, orang lain belum tentu memberikan info yang pas dan orang tua tetap, lingkungan keluarga itu penting menjamin, saya menyebutkan lingkungan keluarga adalah garda terdepan untuk melindungi anak – anak kita.
jadi setiap kali anak sudah melihat pertama bisa saja dia tidak pergi ke warnet, dia tidak sengaja membuka di blackberrynya atau di handphonenya ada kiriman temannya. Ketika itu muncul pada waktu dikirim itu, itu cirinya adalah jijik. Tapi ketika dia mengatakan jijik nanti itungan 5 menit 10 menit dia buka lagi, nah semakin dia buka itu maka akan dibuka lagi dan menjelajah lagi, nah ketika dia mulai menjelajah lagi 2 atau 3 kali lagi, besoknya dia simpan lagi, dia putar lagi dan dijelajah lagi, dia ingin lagi menjelajah lebih ekstrim lagi.
Gambar yang biasa ke gambar yang luar biasa sampai gambar yang ekstrem itu, itulah otak tengah yang di arakkan terus mencari dan tidak akan pernah lupa
Makanya orang tua itu kalau mengamati itu bisa dilihat perubahannya yang biasanya dia berkomunikasi dengan baik, orientasi otak tengahnya bukan kesitu saja. Bahkan dia minta lagi ketemannya untuk dikirim lebih ekstrim
,jadi cirri – cirinya di akademik. Nilai – nilai akademiknya turun karna otak tengah yang diserang ...
Reporter :
Oke untuk bahaya pornografi mungkin bisa diterapkan anak – anak kan Bang, bagaimanapun diakan tidak bisa, yah kita harus mengakui tidak akan jujur kepada orang tuanya dengan mengatakan bahwa Pak aku tadi dikirimin foto
Reporter :
Bapak optimis dengan penegakkan hukum di Indonesia?
Narasumber :
Optimis saya kalau itu dimulai dari sebuah kesadaran yang tinggi, artinya menurunkan ego,merubah paradigm pengasuhan di Indonesia, tetapi kalau penegak hukum hanya kita biarkan saja saya pesimis.
sumber foto:
Lori
google.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar