maaf tampak belakang...soalnya mereka 'rela' melapor ke polisi klo merasa tersinggung |
Ada pribahasa berbunyi: “dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung”, yang artinya dimana pun kita berada, hendaknya tingkah laku dan kebiasaan harus menyesuaikan dengan adat-istiadat setempat. Sempat terpikir bahwa aku dan rekan-rekan akan kesulitan untuk menyesuaikan diri saat akan meliput di Timur Tengah. Alasannya? Banyak hal…karena ini adalah negara muslim, selain itu pemerintahannya alergi pada kebebasan pers, posisi wanita ada di nomor sekian dalam lapisan social, dan tentu saja ada kekhawatiran terhadap peraturan tata busana setempat yang sangat árabic dan tertutup’. Tapi saat kami transit di Dubai, UEA, nampaknya kekhawatiranku itu memang berlebihan…
Aku dan Anne mencoba baju abaya...pantaskah?;) |
Dubai adalah salah satu kota di kawasan Timur Tengah dimana orang bebas berbusana apa pun -- mulai dari yang tertutup dari atas sampe ke bawah, hingga yang model terbuka dimana-mana. Namun kebanyakan pendatang dari sekitar Teluk sangat setia untuk berbusana abayadan kandura. O, yeah…kayaknya ini memang harus diterangkan satu per satu..
ABAYA DAN KANDURA
abayaadalah pakaian tradisional untuk kaum wanita. Dan seperti yang sering terlihat di foto-foto dan televisi abaya memang hanya berwarna hitam dan bentuknya seperti daster -- memanjang dari atas hingga bawah -- hingga menutupi ujung jari kaki. Seringkali aku melihat sekelompok wanita, menggunakan abaya berjalan-jalan di mall, hingga ujung abaya nya menyapu lantai (aku bahkan heran mereka bisa berjalan tanpa abayanya terinjak oleh temannya).
kandura seperti ini lazim dipakai pria remaja hingga dewasa |
Nah…biasanya wanita cukup memakai burqa dan abaya. Tapi di beberapa daerah yang cukup ketat, wanita pun memakai gafaaz -- sarung tangan. Ini adalah untuk menutupi jemari wanita yang dianggap sebagai bagian aurat yang harus dijaga dan tidak boleh ditunjukkan ke sembarang orang (kesannya dapat mengundang nafsu priaL). Tapi selama di Dubai aku merasa tidak pernah menemukan wanita memakainya.
Baiklahhhh…cukup untuk abaya. Sekarang untuk pria. Pakaian tradisional pria disebut kandura. Kalau pakaian wanita warnanya hanya hitam, kandura paling engga ada 3 warna, yaitu putih, coklat, dan abu-abu. Tapi yang sering digunakan di musim semi dan panas adalah warna putih
-- sedangkan abu-abu dan coklat biasanya digunakan di musim dingin.
Yang mengherankan aku adalah hampir tidak pernah terlihat pria di Dubai kanduranya kotor -- bahkan oleh sebercak tumpahan kopi, kena gores pulpen atau bekas lipstik pun ngga ada. Meskipun kota mereka bersih, bukankah keringat, asap knalpot kendaraan, dan debu pasir dari gurun pastinya harus mengenai baju mereka!??
Maka usut punya usut, kabarnya cowok-cowok pengguna kandura biasanya mengganti
bajunya beberapa kali dalam 1 hari untuk menghadiri acara-acara yang berbeda. Ini membuat aku menyimpulkan jika mereka pulang kerja dan akan jalan ke mall, mereka akan mengganti kandura, lalu jika habis itu akan ke mesjid, maka kanduranya diganti lagi. Katanya
sih…bukanlah hal yang mengherankan kalau seorang pria punya 50 atau lebih
kandura di lemarinya, bahkan bisa mencuci 20 potong kandura dalam sekali cuci!
*glekk…
Nahh…kalo sudah pake kandura, biasanya kepala mereka pun pake topi ghafiyah -- mirip topi orang Yahudi kalo doa atau topi orang muslim kalau sholat (ini bukan peci, lho..). Tapi ghafiyahbiasanya ngga keliatan, karena ditutup dengan guthra -- sejenis kain besar penutup kepala pria (ingat fotonya Yaser Arafat, khan??!!).
Guthra ada macam-macam corak. Ada yang kayak punya Yaser Arafat -- dengan corak kotak-kotak merah-putih -- tapi umumnya orang-orang menggunakan yang warna putih polos. Dan
supaya guthra nya terikat kencang, maka ada semacam tali pengikat yang
melingkari kepala, yang disebut egal.
Baiklahhhh…cukup untuk abaya. Sekarang untuk pria. Pakaian tradisional pria disebut kandura. Kalau pakaian wanita warnanya hanya hitam, kandura paling engga ada 3 warna, yaitu putih, coklat, dan abu-abu. Tapi yang sering digunakan di musim semi dan panas adalah warna putih
-- sedangkan abu-abu dan coklat biasanya digunakan di musim dingin.
Yang mengherankan aku adalah hampir tidak pernah terlihat pria di Dubai kanduranya kotor -- bahkan oleh sebercak tumpahan kopi, kena gores pulpen atau bekas lipstik pun ngga ada. Meskipun kota mereka bersih, bukankah keringat, asap knalpot kendaraan, dan debu pasir dari gurun pastinya harus mengenai baju mereka!??
Maka usut punya usut, kabarnya cowok-cowok pengguna kandura biasanya mengganti
bajunya beberapa kali dalam 1 hari untuk menghadiri acara-acara yang berbeda. Ini membuat aku menyimpulkan jika mereka pulang kerja dan akan jalan ke mall, mereka akan mengganti kandura, lalu jika habis itu akan ke mesjid, maka kanduranya diganti lagi. Katanya
sih…bukanlah hal yang mengherankan kalau seorang pria punya 50 atau lebih
kandura di lemarinya, bahkan bisa mencuci 20 potong kandura dalam sekali cuci!
*glekk…
Nahh…kalo sudah pake kandura, biasanya kepala mereka pun pake topi ghafiyah -- mirip topi orang Yahudi kalo doa atau topi orang muslim kalau sholat (ini bukan peci, lho..). Tapi ghafiyahbiasanya ngga keliatan, karena ditutup dengan guthra -- sejenis kain besar penutup kepala pria (ingat fotonya Yaser Arafat, khan??!!).
Guthra ada macam-macam corak. Ada yang kayak punya Yaser Arafat -- dengan corak kotak-kotak merah-putih -- tapi umumnya orang-orang menggunakan yang warna putih polos. Dan
supaya guthra nya terikat kencang, maka ada semacam tali pengikat yang
melingkari kepala, yang disebut egal.
BERPAKAIAN DI KESEHARIAN DUBAI
Bisa dikatakan terlalu banyak pendatang di Dubai…dan terlalu beragam…dengan kebanggaan akan identitas mereka masing-masing. Pendatang dari Eropa cenderung menggunakan busana modern – mereka yang dalam perjalanan dinas nampak dalam balutan busana kantor yang casual maupun elegan, yang berwisata ngga jauh berbeda dengan yang terlihat di Bali. Aku pun dapat menemukan banyak wanita yang memakai kain sari, karena banyaknya pekerja asal India maupun Nepal disini. Jadi bisa bayangkan, kalo kamu sedang jalan di mall, semua orang-orang itu bercampur menjadi satu – dan kamu seperti sedang mengganti-ganti channel TV, kemudian melihat orang dengan busana, tipikal wajah dan tubuh serta ekspresi berbeda-beda yang muncul dalam hitungan sekian detik.
Dan meskipun sentuhan modern memasuki Dubai, tetap saja penduduk setempat yang bekerja di kantoran tetap memakai pakaian tradisional mereka. Memang sih..sudah ada kantor yang juga memaklumi jika pria dan wanita menggunakan jas/ blazer dan celana panjang, tapi tetap saja wanita nampaknya belum diperkenankan ke kantor dengan rok pendek -- biasanya mereka dengan rok panjang atau celana panjang. Di Abu Dhabi pun, suasana kantor masih agak lebih konservatif, demikian pula dengan pakaiannya. Setauku, ada 1 tempat bernama Sharjah (aku pun belum pernah kesana). Aku dengar disana peraturan cukup ketat. Bahkan pria pun disana dilarang menggunakan celana pendek! Sedangkan wanita, semuanya harus tertutup -- termasuk jari-jari -- kecuali mata…huff….Aku ngga berharap ada disana… Dan seperti yang kukatakan sepanjang tulisan ini, karena memang lazimnya didominasi warna hitam dan putih, maka kain hitam dan putih disini pun tidak akan pernah kehilangan pangsa pasarJ
Bisa dikatakan terlalu banyak pendatang di Dubai…dan terlalu beragam…dengan kebanggaan akan identitas mereka masing-masing. Pendatang dari Eropa cenderung menggunakan busana modern – mereka yang dalam perjalanan dinas nampak dalam balutan busana kantor yang casual maupun elegan, yang berwisata ngga jauh berbeda dengan yang terlihat di Bali. Aku pun dapat menemukan banyak wanita yang memakai kain sari, karena banyaknya pekerja asal India maupun Nepal disini. Jadi bisa bayangkan, kalo kamu sedang jalan di mall, semua orang-orang itu bercampur menjadi satu – dan kamu seperti sedang mengganti-ganti channel TV, kemudian melihat orang dengan busana, tipikal wajah dan tubuh serta ekspresi berbeda-beda yang muncul dalam hitungan sekian detik.
Dan meskipun sentuhan modern memasuki Dubai, tetap saja penduduk setempat yang bekerja di kantoran tetap memakai pakaian tradisional mereka. Memang sih..sudah ada kantor yang juga memaklumi jika pria dan wanita menggunakan jas/ blazer dan celana panjang, tapi tetap saja wanita nampaknya belum diperkenankan ke kantor dengan rok pendek -- biasanya mereka dengan rok panjang atau celana panjang. Di Abu Dhabi pun, suasana kantor masih agak lebih konservatif, demikian pula dengan pakaiannya. Setauku, ada 1 tempat bernama Sharjah (aku pun belum pernah kesana). Aku dengar disana peraturan cukup ketat. Bahkan pria pun disana dilarang menggunakan celana pendek! Sedangkan wanita, semuanya harus tertutup -- termasuk jari-jari -- kecuali mata…huff….Aku ngga berharap ada disana… Dan seperti yang kukatakan sepanjang tulisan ini, karena memang lazimnya didominasi warna hitam dan putih, maka kain hitam dan putih disini pun tidak akan pernah kehilangan pangsa pasarJ
Melihat sikap mereka yang konvensional tentang budaya berpakaian punya nilai tersendiri bagiku. Pastinya di masa lampau, menggunakan kostum seperti mereka itu menyiksa sekali (mungkin bagi mereka tidak, tetapi bagi orang-orag yang tidak terbiasa sepertiku, ya..). Tapi kini, Timur Tengah sudah dimanjakan oleh AC, jadi tidak masalah…O, ya…penggunaan abaya dan kandura mungkin adalah suatu kebanggaan. Justru para pendatang dan yang bukan warga negara teluk dilarang untuk menggunakan kostum ini (lihat bagaimana mereka membuat penggunaannya justru terkesan eksklusif)
MEMAKAI ABAYA BUKAN BERMAKNA RELIGIUS
Seperti yang kukatakan sebelumnya, menurutku unsur kebanggaan sebagai warga teluk lebih menonjol ketimbang unsur religius dalam penggunaan abaya dan seluruh perangkatnya. Berbeda dengan penggunaan jilbab, maupun hingga 1 set dengan baju panjangnya dan cadar, di Indonesia yang membuat seseorang lebih dituntut untuk soleh, di Dubai tidak ada ‘tekanan’ semacam itu. Contohnya saja, jika ada orang yang memaknai abaya digunakan hingga semata kaki dan longgar, untuk menutupi aurat dan tidak menonjolkan kemolekan tubuh wanita, maka awalnya pasti heran kalau melihat abaya di Dubai banyak yang dimodifikasi -- yaitu dengan belahan rok memanjang di depan.
Pernah suatu kali aku terkejut, karena melihat seorang wanita menggunakan abaya dengan rok
berbelah, dan kau tau apa yang menyembul di balik abayanya……..celana ketat warna
emas mengkilat! (aku rasa dibandingkan melihat seorang wanita dengan celana
pendek, pemandangan itu lebih menarik perhatian pria…Jadi kau bisa lihat, itu malah seperti ajang “pamer aurat”). Aku juga melihat beberapa remaja dan wanita menggunakan abaya dengan celana jeans skinny menyembul di balik kain yang ia kenakan. Dan yang lebih unik lagi – wanita-wanita ini pun turut memenuhi pusat perbelanjaan pakaian seperti Zara, H&M, Mark&Spencer, Oysho, dkk serta tertarik untuk mencoba gaun-gaun mini dan mencari tank top! Jadi bisa diduga hadirnya butik Victoria secret, Lingerie, Adidas, Reebok, bahkan berbagai produk yang ada di fashion TV, bukan hanya untuk menarik minat beli turis yang singgah disini, tetapi juga untuk para penduduk setempat. Aku ngga tau apakah mereka membelinya hanya untuk ‘fashion show’di rumah atau menggunakannya di balik abayamereka. Yang jelas, adalah hal yang wajar pula jika melihat wanita-wanita dengan abaya menenteng tas LV, Hermes, dan tas blink-blink lainnya serta menggunakan high-heels dengan warna senada. Jadi, untuk Dubai, penggunaan abaya dan perangkatnya yang hanya 1 warna pun tidak diidentikkan dengan kesederhanaan.
Jika malam hari sedang nongkrong di café-cafe, kamu bahkan bisa menemukan wanita-wanita
ini pun cekikikan bercerita sambil menghisap shisha -- sejenis rokok dengan pipa
besar yang menggunakan jenis rasa tertentu dan dibakar dengan arang. Jadi memang
pakaian tidak bisa digunakan sebagai takaran penilaian seperti yang sebelumnya
digunakan. Lagi-lagi, aku tekankan ini bukan bentuk judgement, lho… aku hanya mau menunjukkan adanya pemaknaan yang berbeda dengan yang aku (dan sebagian orang Indonesia) terima selama ini… apakah penyebabnya? Entahlah… Mungkin giliranmu untuk memberitahu jawabannya….
Pernah suatu kali aku terkejut, karena melihat seorang wanita menggunakan abaya dengan rok
berbelah, dan kau tau apa yang menyembul di balik abayanya……..celana ketat warna
emas mengkilat! (aku rasa dibandingkan melihat seorang wanita dengan celana
pendek, pemandangan itu lebih menarik perhatian pria…Jadi kau bisa lihat, itu malah seperti ajang “pamer aurat”). Aku juga melihat beberapa remaja dan wanita menggunakan abaya dengan celana jeans skinny menyembul di balik kain yang ia kenakan. Dan yang lebih unik lagi – wanita-wanita ini pun turut memenuhi pusat perbelanjaan pakaian seperti Zara, H&M, Mark&Spencer, Oysho, dkk serta tertarik untuk mencoba gaun-gaun mini dan mencari tank top! Jadi bisa diduga hadirnya butik Victoria secret, Lingerie, Adidas, Reebok, bahkan berbagai produk yang ada di fashion TV, bukan hanya untuk menarik minat beli turis yang singgah disini, tetapi juga untuk para penduduk setempat. Aku ngga tau apakah mereka membelinya hanya untuk ‘fashion show’di rumah atau menggunakannya di balik abayamereka. Yang jelas, adalah hal yang wajar pula jika melihat wanita-wanita dengan abaya menenteng tas LV, Hermes, dan tas blink-blink lainnya serta menggunakan high-heels dengan warna senada. Jadi, untuk Dubai, penggunaan abaya dan perangkatnya yang hanya 1 warna pun tidak diidentikkan dengan kesederhanaan.
Jika malam hari sedang nongkrong di café-cafe, kamu bahkan bisa menemukan wanita-wanita
ini pun cekikikan bercerita sambil menghisap shisha -- sejenis rokok dengan pipa
besar yang menggunakan jenis rasa tertentu dan dibakar dengan arang. Jadi memang
pakaian tidak bisa digunakan sebagai takaran penilaian seperti yang sebelumnya
digunakan. Lagi-lagi, aku tekankan ini bukan bentuk judgement, lho… aku hanya mau menunjukkan adanya pemaknaan yang berbeda dengan yang aku (dan sebagian orang Indonesia) terima selama ini… apakah penyebabnya? Entahlah… Mungkin giliranmu untuk memberitahu jawabannya….
P.S: o, ya…sebagai tambahan, ada satu hal yang lucu. Di beberapa mall dan tempat umum, kamu akan menemukan himbauan yang tertulis di layar LCD atau papan agar pengunjung diharapkan berpakaian sopan -- disertai gambar baju wanita terusan. LOL:D!!! Himbauan yang nyaris ngga berfungsi...... ƪ(ˇ_ˇ'!)
O, ya…lagi-lagi aku ada catatan menarik…selain ada papan yang menunjukkan aturan berbusana, ada juga peringatan larangan merokok dalam mall. Di bawah gambar rokoknya ada tulisan “serial killer”, hahahahahahahahahahahaha………..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar