Halaman

Sabtu, 30 Juni 2012

Everest: hari 25


salah satu sudut Garden of Dream

Aku ngga menyangka bahwa di tengah hingar bingar kota Khatmandu yang kini dilanda aksi demo menuntut dibentuknya konstitusi yang sah, ternyata ada oase yang menyegarkan. Oase itu adalah sebuah taman yang dibangun oleh Kaiser Sumsher Rana di awal tahun 1920. Dan entah sejak kapan diberi nama, tetapi taman ini dikenal dengan sebutan "Garden of Dream".


Garden of Dream tersembunyi di balik tembok bata yang cukup tinggi. Tetapi begitu masuk, kau akan kaget karena akan mengira kau sedang melihat pemandangan di salah satu tempat di negara Barat. Memang, taman ini sangat unik, karena dibangun dengan gaya eropa di tengah kota Khatmandu yang sebenarnya lebih banyak dipengaruhi oleh budaya hindu dan India. Layaknya taman-taman berkelas gaya barat, taman ini dihiasi paviliun, air mancur, patung-patung hewan, dan rangkaian tanaman rambat dengan bunga aneka warna yang membentuk lorong-lorong. Menurut cerita, Kaiser sengaja membangun 6 paviliun yang berbeda, sesuai dengan 6 musim yang datang ke Khatmandu setiap tahunnya. Hampir di setiap sudut taman terdapat bangku untuk duduk santai atau tidur-tiduran. Semuanya dibentuk dengan desain yang tertata dengan indah. Jika kurang, wisatawan pun dapat menyewa matras untuk berbaring di halaman rumput.
para koki, Candle Baba yg sebelah kiri

Dari semua pengunjung yang ada, kebanyakan pengunjuknya adalah turis barat ketimbang warga khatmandu. Padahal karcis masuknya terbilang murah, lho...hanya 160 rupee per orang (dan kamu bisa berada disana seharian...). Ingin rasanya mengajak teman-teman datang menikmati taman ini. Entah apa sebenarnya yang menginspirasi Kaiser, tetapi Menurutku, ini adalah taman pribadi terindah sepanjang masa...aku belum pernah menemukan yang lebih indah dari ini..(mungkin Kaiser adalah orang pecinta seni)

Perlu diketahui, bahwa Garden of Dream yang hari ini ada tidak sama persis dengan taman yang dikonsep Kiser. Sepeninggal Kaiser, taman ini terbengkalai selama puluhan tahun. Aku melihat foto taman ini sebelum direnovasi...sudah mirip hutan...! Tanaman liar dimana-mana, menutupi patung-patung dan merambati kolam-kolam kecil. garden of Dream akhirnya  dibangun ulang menyerupai aslinya pada tahun 2000 - 2007 dengan bantuan dana dari pemerintah Austria (walaupun sebenarnya, hanya setengah dari taman ini saja yang berhasil direnovasi). Kini pengelolaan Garden of Dream berada di tangan kementrian pendidikan.


ini enak banget...tapi lupa namanya:p
Salah satu yang bari dari konsep Garden of Dream adalah terdapat restaurant dan cafe yang sangat cozy. Menu makanannya pun yang sebagian besar menu eropa rasanya sangat enak. Kami berkenalan dengan 2 koki restaurant tersebut. Aku lupa nama koki yang muda, namun koki yang lebih tua biasa dipanggil "candle baba", karena selain bekerja sebagai koki di siang hari, ia membuat lilin handmade di malam hari dan menjualnya dalam jumlah kecil ke beberapa kenalan. Penghasilannya dari membuat lilin tidaklah banyak, namun hal itu menunjukkan bahwa profesi sebagai koki di restaurant mahal pun dinilai tidak cukup untuk menyokong seluuh kebutuhan keluarganya. Sebagai salam perkenalan, candle baba memberikan masing-masing kami karrya lilinnya yang berbentuk mawar. Terus-terang saja, aku tersentuh dengan ketulusannya...dan memilih betah untuk berlama-lama di taman ini sambil menikmati hidangan, mulai dari salad di menu pembuka hingga yogurt buah sebagai menu penutup. Sesekali aku menengok ke luar jendela, dan melihat bangku-bangku taman dipenuhi pasangan yang sedang pacaran, nostalgia, atau hanya membaca buku dan bermalas-malasan. Aku rasa pemilihan nama untuk taman ini sungguh tepat... Taman ini menjadi tempat bermimpi dan berkhayal di tengah kenyataan situasi Nepal yang saat ini jauh dari harapan warga negaranya....

Everest: hari 24

Aku suka minum teh. Kebiasaan itu baru aku mulai sejak liputan di Dubai tahun lalu. Di tempat kami menginap selalu disediakan camomile tea. Kalo minum teh itu sebelum tidur, rasanya otak yang penat jadi relax dan nyaman untuk dibawa tidur...entah itu benar atau hanya sugesti, yang jelas sejak saat itu aku lebih banyak minum teh.

Tapi aku bukanlah seorang maniak teh. Selain camomile, aku hanya sesekali minum Earl Grey atau Mint. Tetapi selama trekking di himalaya, kembali ritme minum teh ku meningkat. setiap kali berhenti di satu restaurant, yang pertama kali kulakukan adalah: memesan teh. Selain untuk membunuh rasa dingin, teh juga memberikan rasa relax di otot-otot yang lelah dan pikiranku yang terkadang tegang memikirkan setiap paket berita yang perlu dibuat sepanjang jalan....

Pesananku akan berputar di antara hot lemon tea, apple, tea, black tea, dan ginger tea. Tapi sebenarnya, ada lebih banyak jenis teh yang komersil nepal. Dan hari ini, aku baru tau kalau Nepal ternyata terkenal dengan hasil teh nya, saat diajak singgah di Sagarmatha tea shop. Banyak sekali jenis teh disana, sampai tidak bisa kusebutkan 1 per 1.  Tapi yang sempat kuingat, ada upper asam tea, sencha tea, bancha tea, green tea, lemon grass tea, jasmine tea, assam gold tea, basil tea, cinnamon tea, rose tea.....sampe teh paling mahal, silver tips tea. Woww...aku baru tau kalau jenis teh ada sebanyak itu..! Selama ini aku hanya melihat beberapa jenis teh yang populer dijual di supermarket saja, ternyatajenisnya lebih banyak dari yang kukira.

3 teh favoritku: mint tea, lemon grass, rharadenron. Ngga ada camomile..:(
Teh yang dijual di Sagarmatha tea shop masih pure...berwujud racikan daun teh kering yang tinggal diseduh air panas. Kami mencoba beberapa jenis teh...ternyata ngga semuanya sesuai seleraku siyy..XO ...terutama untuk silver tips. Teh ini dinyatakan sebagai teh termahal, karena tumbuh justru di zona yang sulit dijangkau, di ketinggian 5000 - 8000 kaki dpl. Bagiku, mungkin silver tips bisa diumpamakan seperti kopi luwak...dia termahal, tetapi bukan yang terenak.

Everest: hari 23

Bhaktapur, kota lumbung padi
Jika kita menyukai bangunan tua, indah, dan unik, maka Bhaktapur merupakan tempat yang perlu kita kunjungi. Dan ide untuk mengunjungi Bhaktapur awalnya dicetuskan oleh mba Ami -- salah satu anghota romnongan perjalanan kami. Karena lagi punya waktu luang dan masih harus menunggu Anton dan rombongan tiba di Khatmandu, aku menyetujui ide tersebut. Jadi setelah menghabiskan sarapan pagi, kami langsung menyewa taxi menuju Bhaktapur.

Bhaktapur ternyata cukup jauh juga. Letak kota tua ini adalah 12 km sebelah timur Khatmandu. Dulu, Bhaktapur adalah kota tempat tinggal raja dan keluarganya. Ngga heran klo di Bhaktapur ada banyak kuil pemujaan -- yang bukan hanya menggambarkan Nepal memiliki penduduk yang religius, tetapi juga menjadi 'tugu peringatan' bagi rakyat untuk selalu mengingat raja yang menjadi pengagas berdirinya kuil tersebut. Untuk masuk ke Bhaktapur ngga gratis lho...kecuali bagi penduduk asli Nepal. Untuk masuk ke kompleks kota tua Bhaktapur, turis asing perlu membayar US$10 (lumayanan,ya...). Padahal klo warga Asia Selatan atau China, cukup membayar 50 rupee saja...! Jauh sekali bedanya..:'(

guide kami membubuhkan tika pada mba Ami
Menurut guide kami, Bhaktapur berasal dari bahasa Nepal kuno yang berarti "tempat padi". Yaa...sebenarnya Bhaktapur adalah kota persediaan makanan, namun akhirnya dipilih menjadi tempat raja dan keluarganya tinggal. Sampai hari ini, Bhaktapur masih menjadi tempat penggilingan padi yang dikerjakan oleh penduduk lokal yang telah tinggal disana turun temurun. Jadi sebelum masuk gerbang kompleks kota tua, aku menemukan sekelompok warga yang sedang menggiling padi. Namun karena banyaknya kuil yang didirikan para raja, Bhaktapur lebih dikenal sebagai kota tempat pemujaan.

Saat melewati gerbang utama untuk masuk ke kompleks kota, aku seakan-akan melewati gerbang waktu yang membawaku ke masa lampau...kota itu benar-benar kuno...! Mata ini langsung disajikan pemandangan kuil, istana, dan patung-patung dewa yang menjulang. Dari sekian banyak bangunan, kami akhirnya memilih untuk masuk ke museum terlebih dahulu.

pemandangan kota tua Bhaktapur
Di museum, ada banyak sekali gambar dewa...entah dewa apa saja. Yang aku ingat, penduduk Khatmandu yang rata-rata adalah pemeluk ajaran hindu, mengagung-agungkan 3 dewa besar: Brahma, Wisnu, dan Siwa. Setiap dewa itu memiliki rupa lain yang memiliki nama yang berbeda lagi; ada rupa baik, ada rupa jahat. Belum lagi ditambah istri-istri dewa tersebut akan menambah jajaran dewa yang harus disembah. Menurut cerita, bahkan Krisna (raja dalam mitologi adalah inkarnasi Wisnu) memiliki lebih dari 16.000 istri...! Yang agak nyeleneh, bahkan ada gambar dewa sedang bercinta... Dan meskipun bagi kita penggambaran itu aneh sekali (bagaimana kalo dilihat anak-anak!???), tetapi hal tersebut bukanlah hal yang tabu bagi masyarakat Khatmandu. Bahkan di beberapa kuil mereka, terdapat ukiran dan relief serupa, baik manusia maupun hewan. Mungkin saja mereka melihat hal tersebut sebagai salah satu proses yang lazim terjadi di alam, layaknya kehidupan dan kematian.

patung singa di dekat gerbang
Keluar dari museum, barisan kuil, istana kuno dan gang sempit yang meliuk-liuk kembali terlihat. Kini kami menuju Golden Gate. Golden Gate adalah pintu masuk utama ke halaman dan Istana 55 jendela. Disebut Golden Gate, karena memang warna gapura ini bagaikan emas -- dibangun oleh Raja Ranjit Malla dan merupakan salah satu ornamen yang paling indah dan kaya dengan ukiran. Di sisi penyangganya, terukir wajah Dewi Kali dan Garuda, burung tunggangan Dewa Wisnu.

atap-atap bangunan di Bhaktapur yg khas
Istana 55 jendela adalah tempat tinggal keluarga raja di masa lampau, dibangun pada abad ketujuh belas oleh Raja Bhupatindra Malla. Lagi-lagi, menurut guide yang mengantar kami, angka 5 dipercaya sebagai angka keberuntungan, makanya angka 5 dan kelipatannya banyak dipakai di bangunan istana dan kuil-kuil yang ada di Bhaktapur.  Raja tidak lagi tinggal di sini sejak gempa bumi di tahun 1934 yang merusak kompleks Istana, namun istana kini merupakan tempat menarik untuk wisata budaya di Kathmandu.

Ada banyak sekali kuil, sampai-sampai aku ngga tau kuil yang mana, yang bernama apa. Tetapi hampir setiap kuil memiliki teras, dimana terdapat pasangan patung yang sedang berjongkok, dua gajah, dua singa, dan patung dua orang laki-laki, yaitu patung Jaya Malla dan Fatteh Malla, yang konon kabarnya sepuluh kali lebih kuat daripada orang lain.
belajar membuat kerajinan tanah liat


Jujur saja, mengelilingi Bhaktapur itu melelahkan. Lagipula di kota tuaini terdapat debu dimana-mana, entah dari ampas padi, ataupun kikisan bangunan yang terbuat dari bata merah. Namun setiap bangunan kuno yang tetap berdiri kokoh selama ratusan tahun memang mengundang decak kagum. Sejak menjadi bagian dari warisan budaya dunia yang ditetapkan UNESCO, keaslian dan kekunoan Bhaktapur dilestarikan. Bahkan warga yang tinggal di dalamnya pun hidup dengan cara yang masih tradisional. Tetapi walaupun demikian, internet dan restoran masakan internasional pun sudah merambah kawasan cagar budaya ini. melintasi lapangan, kami menemukan sekelompok pembuat pot tanah liat. Mereka sedang sibuk mencelupkan mulut pot tersebut, lalu menjemurnya di tengah lapangan. Kurva-kurva coklat beraturan, mulus dan halus, berbaris di bawah terik matahari. Agak tertarik, aku meminta seorang kakek pembuat pot tanah liat mengajari saya membuatnya...ternyata susah juga... Akhirnya kami berhasil membuat sebuah asbak tanah liat, meskipun keberhasilan tersebut lebih banyak karena sentuhan tangan si kakek...;)

yang berhasil....si kakek :p
Apakah nilai moral dari cerita panjang perjalananku hari ini? Hmm...hampir tak ada;D Aku rasa aku hanya bersenang-senang sepanjang hari ini... well..hmm, yeah....tapi aku harus salut dengan jiwa para penduduk Bhaktapur yang religius....Hampir di setiap patung dewa, terdapat sesajian ataupun cercahan bubuk merah sisa pemujaan para warga yang datang setiap harinya. terlepas dari kondisi politik dan ekonomi negara mereka yang cukup memprihatinkan, mereka masih memiliki pengharapan yang besar pada dewa-dewa mereka untuk memelihara hidup mereka setiap hari....

Everest: hari 22

Hari ini aku akan meninggalkan EBC. Dan karena kebijakan tim, aku akan turun dengan helikopter. Bagaimana ceritanya?

pernah lihat orang rapat di atas es batu??;)
Kondisi kesehatan ardhesir semakin memburuk. Manajer tim selatan, hendrikus, berpendapat agar ardhesir segera dibawa turun ke khatmandu via helikopter, dan usul itu dipandang baik. Tetapi tersedia 2 seat di helikopter dan Hendrikus merasa tidak dapat meninggalkan tim karena berbagai pertimbangan, sehingga mereka memutuskan aku lah yang mendampingi Ardhesir turun ke Khatmandu

Sebenernya sih senang sekali, tapi ada juga rasa sedihnya. Senang, karena bisa sampai ke Khatmandu dalam waktu singkat, bertemu dengan kasur, bisa mandi, dan merasakan suhu perkotaan yang hangat.


Tetapi, aku rasa tak satu pun bisa dengan mudah melupakan keramahan dan kebaikan hati para sherpa yang bekerjasama dengan
 kami. Mereka murah senyum, humoris, lugu, pekerja keras, tidak mengeluh (atau mungkin mengeluh dalam bahasa mereka sendiri saja...). Intinya, mereka benar-benar patner jalan yang menyenangkan. Imej mereka sangat berbeda dengan orang-orang di jalanan Khatmandu. Rasanya membutuhkan waktu lebih untuk mengenal mereka -- tentang desa-desa mereka, perjuangan mereka, kepercayaan mereka, kesukaan mereka... Membutuhkan lebih banyak lagi malam yang dilalui dengan ngobrol bersama cangkir demi cangkir hot lemon tea.....atau mungkin lebih
helikopter yang membawa aku dan Ardhesir  pulang
banyak alur pegunungan yang ditapaki.... Selain itu, aku juga belum ke banyak tempat. Aku belum ke Kumjung untuk melihat sekolah pertama yang dibangun di pegunungan himalaya, belum juga ke Kalaphatar maupun island peak....hanya mendengar cerita-cerita menarik mengenai tempat-tempat itu.

Mulai besok, tidak akan
ada lagi sapaan, "good morning, didi..." yang disertai dengan segelas dut chiya. Ngga akan lagi menemukan salju ataupun pemandangan Lola dan Nubse yang menjulang.... Tidak akan melihat burung gagak terbang di sekitar tenda...oh, ya...dan tidak ada tenda-tenda....

Semua berubah begitu cepat....dalam waktu 2 setengah jam, pemandangan tenda-tenda dan gunung es berubah menjadi gedung-gedung di pinggir jalan perkotaan...kendaraan dimana-mana. Hening berubah jadi bising, hawa dingin berubah jadi hawa gerah...

kembali ke Khatmandu, penuh debu dan bising
Aku memilih tidak terlarut dengan perubahan itu dan segera mengantar Ardhesir ke CIWEC clinic. Ini adalah klinik yang direkomendasikan oleh pihak asuransi, karna sudah terbiasa menerima pasien-pasien WNA yang sakit atau mengalami kecelakaan selama di Nepal.

Sambil menunggu Ardhesir diperiksa, aku memesan sarapan roti bakar dan teh. Disana aku melihat ada seorang bule (entah warga negara apa) yang mengalami frostbite akut -- di kedua tangan dan kaki, serta di daun telinga dan pucuk hidung. "pastinya dia merasa sangat beruntung masih selamat, dan apa yang dia alami pasti terasa menyakitkan..", aku membathin. Aku juga bertemu dengan para pendaki China yang kemarin sempat naik everest. Seperti yang telah kukatakan, salah satu teman mereka, Mr. Ha, meninggal dunia. Sedangkan 1 lainnya mengalami frostbite di tangan. Mereka ada di klinik itu untuk melihat kondisi teman mereka yang terkena frostbite dan kini tangannya dibalut perban sebesar centong nasi. Syukurnya, 2 pendaki China lainnya dalam keadaan sehat. Mungkin bagian paling menyedihkan bagi mereka adalah jenazah Mr. Ha tidak dapat dibawa turun. Sehingga seorang sherpa hanya membantu memotret jenazahnya dan menyerahkannya pada keluarga Mr. Ha....

Meskipun aku senang sudah tiba di Khatmandu, nampaknya aku harus mulai menyesuaikan diri....

Everest: hari 21

sekolah yang dibangun Edmund Hillary, Kumjung school
Jadi, seperti yang ku sadari (dan kau sadari kini) bahwa mendaki gunung (apalagi gunung es) tidaklah semudah yang kau bayangkan... Maka tentunya kita harus salut dengan keberhasilan pendaki pertama Everest, Edmund Hillary, dan Tenzing Norgey Sherpa.

Di masa pendakian mereka, tahun 1953, tidak ada produk baju hangat untuk pendakian sebaik yang ada sekarang, belum ada sepatu pendakian seperti sekarang, dan mereka memulai start berjalan kaki bukan dari Lukla...melainkan Khatmandu..!!!!

NatGeo mengabadikan pencapaian Edmund H.
Edmund sebenarnya bukan orang Inggris, tetapi Selandia Baru. Dia berangkat ekspedisi bersama Joint Himalayan Committee di bawah bendera Inggris. Saat itu, bukan hanya rute perjalanan menuju everest yang sulit, tetapi juga pengalaman orang-orang terdahulu yang sudah mencoba menaklukkan Everest (dan berakhir gagal) bisa menjadi alasan bagi Edmund untuk pesimis, atau justru lebih merasa tertantang dan waspada. pendaki ternama masa itu, George Malloy dan Andrew Irvine, dinyatakan hilang dalam ekspedisi mereka mencapai puncak Everest.Bahkan Edmund sendiri sebelumnya telah 2 kali mencoba utuk mencapai summit Everest. Kali ini, mereka berangkat dalam jumlah besar, 400 orang -- termasuk sekitar 350 porter, dan sekitar 20 sherpa. dan siapa yang menyangka, ekspedisi mereka akhirnya sukses...Edmunda dan Tenzing mencapai Everest...

Yang menarik adalah, saat aku membaca tulisan Edmund yang tercatat dalam natgeo terbitan tahun 2003, untuk memperingati 50 tahun Everest, Edmund menyatakan bahwa dia tidak menganggap Everest se'menarik' itu, aneh, ya??? Justru yang menggugah hatinya adalah sherpa yang mendampinginya, tenzing. Dan setelah keberhasilannya mendaki Everest, ia beberapa kali kembali ke Himalaya -- bukan hanya untuk mendaki puncak-puncak lainnya, tetapi juga bersilaturahmi dengan kaum sherpa. Hingga suatu hari saat mereka asyik ngobrol, dan salah seorang dari grup Edmund bertanya,
"Apa yang kami bisa lakukan untuk kalian?"
Maka dari pihak sherpa menjawab,
salah satu buku panduan wajib para pendaki
"Anak-anak kami butuh sekolah"
Sejak saat itulah, Edmund mengerahkan segala daya upayanya untuk memperoleh dana dan material untuk membangun sekolah di Everest. Selama puluhan tahun, Edmund berhasil membangun belasan sekolah, rumah sakit, bandar, dan helipad, untuk meningkatkan kemakmuran serta mempermudah distribusi barang ke himalaya. siapa yang menduga, keberadaan bandara dan helipad justru menjadi gebang masuk bagi ribuan turis lainnya yang tertarik untuk melihat keindahan puncak-puncak himalaya... Tidak hanya itu, kini ada banyak anak-anak didik dari sekolah-sekolah himalaya yang berhasil dalam karir mereka -- menjadi guru, pilot, dan travel agent.

tugu peringatan edmund di Kumjung school
Membaca tulisan itu membuat hati ini diliputi rasa haru. Seandainya saja ada lebih banyak orang yang berjiwa seperti Edmund, mungkin hubungan anatar suku bangsa di dunia ini akan lebih baik dari sekarang, bukankah begitu???:) Tidak hanya di mata penduduk himalaya, Edmund juga memiliki nama yang harum di negerinya, sampai-sampai saat ia meninggal dunia pada 11 Januari 2008 karena gagal jantung, pemerintah Selandia Baru mencanangkan tanggal lahir Edmund, 20 Juli, sebagai hari libur nasional. Dan saat salah seorang sherpa kami menunjukkan kami DVD perayaan 50 tahun sekolah Kumjung yang dirayakan tahun lalu (selama 4 hari), aku melihat bagaimana sinar bahagia di mata masyarakat Himalaya yang merayakannya menyatakan terimakasih yang mendalam atas jasa Edmund...

Everest: hari 20


Beberapa kabar segera kudengar pagi ini... Sejumlah sherpa dan pendaki menjadi korban antrian di summit kemarin. Ada yang mengalami frostbite dan harus segera dibawa ke rumah sakit untuk diamputasi, dan ada yang meninggal. Untuk jumlah korban meninggal pun masih sumir...ada yang mengatakan 4, ada yang mengatakan 6. Yang kami tau pasti, Mr.Ha termasuk salah satu korban meninggal. Ia ditemukan dalam sebuah tenda. Perlengkapan mendakinya nampak berantakan di luar tenda, seakan dilepaskan tergesa2. Ia sudah ditemukan dalam keadaan tak bernyawa, diduga karena kehabisan oksigen... Sementara itu, tidak ada 1 pun tim ekspedisi China yang mencapai summit...

Tim selatan, yang hanya diwakili oleh Fajri, pun tidak berhasil mencapai summit... Rupanya semalam angin disertai salju sangat kencang di atas sana. Kekuatan angin dinyatakan mencapai 54 km/ jam. Tim selatan akhirnya harus kembali ke base IV, dan misi dinyatakan selesai. Apakah kecewa? Jangan tanyakan padaku, karena aku merasa tidak berhak untuk menjawabnya. Tanyakan kepada mereka yang sudah berjuang selama 2 tahun untuk mencapainya... Bagiku pribadi, keberhasilan tim utara paling engga sudah mewakili keberhasilan tim indonesia untuk mencapai 7 summit gunung tinggi di 7 benua. Namun, mungkin masing-masing personal memiliki pencapaian dan target pribadi. Adanya faktor-faktor yang menghalangi tercapainya target pribadi itu memang di luar kendali kita sebagai manusia -- mahluk yang terbatas...

 Meskipun Fajri dijadwalkan baru tiba ke EBC besok siang, namun ia bersikeras untuk segera turun ke EBC didampingi oleh sherpanya. Sedangkan guidenya sendiri, Hiro, dan 2 pendaki Jepang lainnya, sudah terlalu lelah untuk melanjutkan perjalanan turun, dan memilih untuk tiba di EBC besok.

Fajri tiba di EBC sore hari. Aku bermaksud memberikan sambutan selamat datang. Tapi saat aku melihat suasana haru di dalam tenda, aku segera mengurungkan niat. Rasanya ngga tega melihatnya...ini benar-benar momen yang membingungkan...Bahkan saat aku menuliskan ini, aku tidak tahu bagaimana cara melukiskannya dengan kata-kata. aku turut sedih untuk misi tim selatan yang gagal kali ini, turut senang karena mereka bisa kembali dengan selamat, kebingungan untuk segera mendapat gambar keberhasilan tim utara, dan tidak tau topik apa yang sebaiknya kujadikan bahan pembicaraan bersama mereka malam ini...

Salju kembali terlihat menutupi bebatuan di sekitar perkemahan kami. Makan malam kami hanya cukup untuk memanaskan perut untuk sementara waktu. Jadi sebaiknya aku segera kembali ke tendaku, sebelum jadi kesulitan memejamkan mata karena kedinginan...

 para sherpa juru masak selama di camp


 makanan favorit kami,rara noodles
 foto: lori
















Everest: hari 19

akhirnya...tim & summits sampai ke puncak
Banyak sekali hal yang terjadi hari ini, sampai ngga tau harus memulai dari mana... Tapi ada baiknya jika kita memulai dengan berita baik....:)
Rasanya ingin menangis penuh haru saat kami mendapat kabar bahwa tim utara telah berhasil sampai di puncak everest!!! Mereka dinyatakan tiba di puncak pada pukul 7.49 waktu nepal, sedangkan kami menerima berita tersebut sekitar jam 8.15. Pendaki pertama yang sampai di puncak adalah Iwan Irawan (39), dan selisih beberapa menit, Nur Huda (24). Akhirnya penantian selama 2 tahun tercapai sudah....

Saking gembiranya, kami segera menghubungi kantor untuk segera menulisnya dalam berita running text. Aku dan Anton segera berlari ke atas bukit untuk membuat berita taping tentang kesuksesan tim seven summit indonesia mencapai puncak everest.

saat mempersiapkan laporan dari EBC
Sisi baiknya, Sesuai ramalan cuaca, hari ini memang cerah sekali...hari yang tepat untuk mencapai summit. Sejak dari subuh tadi, nampaknya radio tidak henti-hentinya berbunyi untuk mengabarkan perkembangan terkini di base IV dan jalan menuju puncak. Sisi buruknya, terlalu  banyak tim ekspedisi yang memilih hari ini sebagai hari mencapai summit. Maka hingga siang hari, kami mendengar kabar bahwa masih ada ratusan pendaki berdiri kaku di tebing menuju summit, karena harus mengantri untuk sampai ke puncak everest!!!! Pernahkah kau mendengar ada antrian di gunung??? Maka ini akan menjadi yang pertama kalinya bagiku...!
aku dan Anton sehabis laporan keberhasilan tim

Kami memprediksikan hal tersebut akan semakin buruk menjelang sore....dan benar saja... Tim ekspedisi china yang meminjamkan tenda untuk tim kami di selatan tidak ada kabarnya hingga jelang sore... Seharusnya mereka sudah mencapai summit sekitar pukul 10 pagi. Lalu kami mendapat kabar bahwa salah satu anggota tim ekspedisi china hilang! Ini benar-benar buruk... Orang itu terpisah dari sherpa yang mengawalnya...dan ia hilang. Namanya Mr. Ha. Sedangkan anggota tim China lainnya dan juga sherpa ada yang mengalami frostbite. Kabar terakhir yang kami terima, ia sudah berada di base III. Dan ia sudah tidak memiliki tenaga untuk berjalan....Sayangnya, helikopter hanya sanggup menjemputnya di base II.

suasana camp saat cuaca cerah
Hal ini sudah kami perkirakan akan terjadi. Setiap tim pastinya hanya membawa tabung oksigen terbatas. Dan terjadinya antrian di jalan menuju summit tentunya di luar perkiraan. Sedangkan kebutuhan oksigen setiap orang berbeda-beda, maka dikhawatirkan akan ada pendaki-pendaki yang kehabisan oksigen jika memaksakan diri mengantri summit di hari ini. Selain bergelantungan lama, tanpa bergerak, juga dapat membuat jari-jari membeku. Itulah penyebab terjadinya frostbite.  Padahal dalam posisi bergelantungan, pendaki tidak mungkin melepaskan pegangannya dari tali. Huff..... Radio tidak berhenti berbunyi hingga kami selesai makan malam.... Bahkan hingga kami menjelang tidur jam 10 malam...padahal di luar dingin sekali. Kasian sekali sherpa yang menunggui berita di menara penghubung sana...
peralatan pengirim gambar kami di tengah salju...

Ngomong-ngomong, pendaki kami yang sakit, Ardhesir, sudah berhasil turun dari base II dan bergabung kembali bersama kami. Batuknya nampak mereda setelah turun, tetapi ia kesulitan menelan makanan. Malam ini, masih ada tim selatan yang berusaha untuk mencapai summit Everest besok pagi. Rencananya mereka sudah mulai berjalan dari base IV saat ini. Di luar sedang hujan salju...semoga mereka baik-baik saja di atas sana... Semoga besok pagi kami mendengar kabar baik...

foto by: Hari susilo, Hendrikus

Kamis, 14 Juni 2012

Everest: hari 18

Pendakian gunung tidak pernah dapat kau prediksi. Sebaik apa pun persiapan dan perencanaan mu, masih ada 3 faktor yang sangat menentukan -- yang mampu merubah segala schedule yang telah kau tetapkan: faktor alam, faktor kejadian tiba-tiba, dan faktor kemurahan Tuhan....

sempat makan sushi di EBC:)
 Setelah peristiwa avalanche kemarin yang menyebabkan jadwal summit tim selatan mundur ke tanggal 20, kini salah satu pendaki selatan, Ardhesir, dinyatakan tidak dapat melanjutkan misi karena kesehatan yang memburuk. Ardhesir terkena radang tenggorokan parah. Setiap jalan beberapa langkah, ia muntah.

  Sebenarnya ini diawali dari hal kecil -- Ardhesir sakit batuk beberapa saat menjelang keberangkatan dari EBC menuju puncak. Awalnya itu adalah batuk biasa. Tapi ternyata batuk tidaklah hanya sekedar batuk di ketinggian di atas 6000 m. Keringnya udara telah membuat batuknya memburuk dan akhirnya melukai bagian dalam kerongkongannya. Ardhesir mengalami kesulitan makan dan tidur selama 2 hari sebelum akhirnya diturunkan.

 Perjalanan tim selatan hanya akan dilanjutkan oleh Fajri, dengan jadwal summit tanggal 20, ditemani oleh 2 pendaki lainnya berkewarganegaraan jepang.  Sedangkan tim utara, yang berangkat dari tibet, masih bisa berjalan sesuai jadwal -- dengan 2 pendaki, dan rencana summit tanggal 19. Itu berarti tim utara diperkirakan akan summit besok. Sejauh ini mereka ngga ada kendala yang berarti...syukurlah...

suasana camp di pagi hari, tertutup salju
Ngomong-ngomong soal pendakian, tentunya kau tidak akan melupakan kami yang hidup di EBC untuk menunggu setiap harinya. Menunggu kabar baik ( jika tim kami berhasil mencapai summit) ataupun kabar buruk ( jika kami mendengar berita kecelakaan di atas sana). Angin kencang dan salju cenderung turun jelang sore dan malam hari, membuat siapa pun tak sudi ke toilet jika sudah masuk ke tenda masing-masing,  dan akhirnya menggunakan pispot masing-masing. Jangan mengharapkan tidur malam yang nyenyak, karena itu tidak akan pernah terjadi... Kau akan terbangun beberapa kali, entah karena mimpi buruk, ingin buang air, atau kesulitan bernapas...dan menyadari bahwa saluran hidungmu dipenuhi darah kering sehingga harus dibersihkan. Dan saat kau mencoba untuk tidur kembali, kau akan kesulitan tidur sehingga pikiranmu bisa mengelana sampai ke negeri antah berantah. Lalu saat kau akan tersadar saat tendamu mulai dimasuki cahaya mentari, dan seorang sherpa koki memanggil dirimu dari luar tenda,
"Good morning, didi..." Itu Mandorje. Dia datang untuk mebawakan handuk kecil panas untuk mencuci muka dan segelas dut chiya. Keberadaan mereka adalah salah satu bagian terbaik tinggal di EBC, selain dari pemandangannya yang juga spektakuler.

jurus andalan klo makanan g cocok di lidah: sambal terasi
Avalanche adalah salah satu bagian yang menakutkan dari tinggal di tempat ini...tapi kau tidak perlu terlalu mengkhawatirkannya secara khusus, karena avalanche terjadi setiap hari. Yang perlu kau khawatirkan saat suara avalanche begitu dekat dengan tendamu...

 Tepat di bukit belakang camp tim kami adalah helipad. Helikopter datang beberapa kali dalam sehari... Terkadang untuk membawa makanan dan obat-obatan, di waktu lain karena harus membawa pendaki atau sherpa yang kecelakaan selama perjalanan di gunung.  Meskipun kami lebih berharap kedatangan helikopter adalah untuk membawa obat dan makanan, toh korban pendakian yang harus dievakuasi nyaris ada setiap hari selama musim pendakian.
salah satu minuman favorit kami:)

 Apakah yang menjadi penghibur kami selama tinggal di EBC?? Makan sambil mencuil-cuil sambal terasi (ampuh mengobati kangen pada masakan tanah air), menulis diary (efektif mengurangi stres), dan berbagi cerita sambil berdiang di samping pemanas ruangan (mengurangi rasa kangen terhadap keluarga). Begitulah keseharian kami selama di EBC... Meskipun ada harapan untuk segera pulang, momen-momen ini pasti akan kukangeni....

didi = saudara perempuan
dut chiya = teh susu

Everest: hari 17

Terimakasih, Tuhan....akhirnya hari ini aku berhasil sampai ke EBC:") Awalnya kami berniat hanya sampai ke gorakshep, dan melanjutkan ke EBC besok. Tapi setelah sampai gorakshep, aku merasa mantap untuk melanjutkan perjalanan. Akhirnya aku menelpon anton via telepon satelit untuk memberitahukan bahwa aku akan mencoba sampai ke EBC hari ini.

perkemahan di EBC, ketinggian 5300 dpl
 Saat melewati padang batu, dari kejauhan aku dapat melihat kawasan putih yang terdiri dari bongkahan-bongkahan salju dan kristal es dari danau-danau kecil yang membeku. Itulah EBC.... Ada banyak sekali tenda-tenda berdiri di atasnya; beberapa dari tenda itu adalah tenda ekspedisi tim kami.

 EBC terletak di ketinggian 5300an m dpl. Ini adalah batas akhir bagi para pendaki tak berpengalaman seperti aku, karena selanjutnya, pendakian everest akan membutuhkan skill seorang pemanjat gunung es. EBC juga menjadi lokasi tenda-tenda tim ekspedisi dibangun hingga ekspedisi berakhir. Sedangkan di jalur menuju puncak everest sendiri, telah ditentukan 4 lokasi untuk menjadi base/ stop-point I, II, III, IV. Tidak ada bangunan tetap menuju puncak everest, karena evelanche atau runtuhan es dapat terjadi sewaktu-waktu....,dimana pun dan kapan pun, dan dapat mengubur bangunan.




sekeliling perkemahan ditutupi es
 Dari jalur start EBC menuju summit, dapat dilihat 2 gunung; yang kiri disebut Lola, yang kanan disebut Nubse. Diantara Lola dan Nubse, ada kawasan yang disebut khumbu ice fall/ pop corn....mungkin disebut demikian karena bentuknya yang berantakan. Katanya, jalur itu adalah salah satu bagian paling merepotkan untuk dilewati. Setiap musim ekspedisi, akan ada petugas khusus yang akan mengecek kondisi es, termasuk di kawasan khumbu ice fall, dan membuat jalur menuju everest. Mereka disebut "doctor ice fall". Begitu doctor ice fall selesai bekerja, maka musim pendakian everest harus ditutup.

 Kedatanganku dan para guide disambut oleh Anton, Harry, dan kang Hendrikus (manajer base camp tim seven summit indonesia selatan). Sayangnya, di saat yang bersamaan, mereka juga sedang menunggu kedatangan helikopter yang membawa salah satu sherpa kami yang mengalami kecelakaan saat mendaki.

landasan heli di EBC 
 Kammi Tenzing Sherpa sedang mempersiapkan tenda bagi tim seven summit indonesia di base III pada ketinggian 7300 m, saat tiba-tiba suara gemuruh terdengar. Avalanche besar terjadi tepat di tebing di atas lokasi tenda tim indonesia. Avalanche tersebut menjatuhkan beratus-ratus kilo bongkahan es yang menyapu habis tenda di base III. Empat sherpa tim indonesia terluka, namun kammi mengalami luka serius, sehingga harus dievakuasi segera dengan helikopter.

 Sayangnya, helikopter rescue hanya bisa mendarat di base II. Akhirnya para sherpa mengangkut Kammi turun dari lokasi base III yang merupakan tebing dengan kemiringan hampir 70 derajad. Sesampai di base II, Kammi segera dievakuasi dan dibawa ke rumah sakit di Khundei.

korban pendakian biasanya dihantar dari sini
 Ketegangan ternyata belum selesai....Aku mendengar kabar terbaru dari salah satu pendaki, Fajri, melalui saluran radio. Ternyata Kecelakaan tersebut tidak hanya menyebabkan tim indonesia kehilangan tenda, tetapi juga kehilangan beberapa tabung oksigen. Untungnya, tim ekspedisi china bersedia untuk meminjamkan tenda mereka bagi tim indonesia. Tapi tetap saja, tim indonesia tidak dapat bergerak maju hari ini. Rencana tim untuk mencapai summit everest pada tanggal 19 terpaksa diundur menjadi tanggal 20. Padahal, ramalan cuaca menyatakan bahwa pada tanggal 20 cuaca akan cukup berangin. Tapi, mau bagaimana lagi...

 Malam ini, untuk pertama kalinya dalam perjalanan ini, aku tidur di tenda. Rasanya seperti punya kamar sendiri....sleeping bag ku hangat, aku suka...^^ dalam hati, aku bersyukur akhirnya sudah mencapai EBC. Semoga malam ini dapat kulalui, dan besok mendengar kabar baik dari para pendaki yang berjuang di atas sana. Semoga semuanya dapat berjalan lancar....

Everest: hari 16

Hari ini keberuntungan berpihak padaku... Aku yakin Tuhan telah menjawab doaku yang setengah putus asa itu^^ Pagi ini, saat aku, Lalbadur, Tes, dan 2 porter lainnya berangkat meninggalkan Periche, cuaca sangat cerah. Angin yang berhembus pun tidak terlalu kencang. Tetapi Tes sudah mengantisipasi agar aku tidak terkena AMS lagi. Dia menyiapkan obat diamox, satu termos air panas, dan memastikan  aku memakai masker serta merapatkan sarung tangan ke dalam sela wind-breakerku. Aku pun sudah menyiapkan beberapa coklat untuk dimakan sepanjang perjalanan.

apakah pemilik kuda ini mirip Silvano  Hajid?
 Aku menikmati perjalananku kali ini...(ya, iya lahhh...naik kuda^^). Puncak-puncak himalaya terlihat bagaikan pemandangan yang agung. Dari 14 puncak tertinggi yang ada di dunia, 8 puncak terletak di himalaya. Selain Everest, ada  Kanchenjunga 8586 m, Lhotse 8516 m, Makalu 8463 m, Cho oyu 8201 m, Dhaulagiri 8167 m, Manaslu 8163 m, dan Annapurna 8091 m. Selain puncak-puncak ini, masih ada Ama dablam, Thamserku, Pumori, Cholatse, Hungchi, dan Lobuche. Dari tempat kami berjalan, Ama Dablam terlihat sangat dekat sekali, meskipun berada di seberang jurang.

ternyata naik kuda itu enak lho..^^
 Kami menyusuri pinggir sungai kecil, mendaki bukit, melewati padang batu, dan sampai di Lobuche, untuk yang kedua kalinya, saat jam makan siang. Aku merasakan tubuhku sehat dan tidak kesulitan bernapas.... Aku senang sekali. Untuk merayakannya, kami makan pringles dan bermain kartu UNO sampai sore hari...seru sekali. Yang lucu adalah, karena selama permainan, aku bisa melihat kartu milik pemain di sebelahku (yang adalah porter tas ku) tanpa ia ketahui:p


 Untuk makan siang dan makan malam, Tes kembali mengingatkan agar aku memesan sup bawang putih. Tentu saja saran itu kuterima. Dan sambil menyiapkan sebotol air panas di samping tempat tidurku (persiapan agar ngga dehidrasi),  malam ini aku berdoa supaya salju tidak turun, sehingga perjalanan kami tidak akan terasa terlalu berat untuk esok hari. Tapi kali ini hatiku mantap sekali...entah bagaimana menggambarkannya, tapi aku yakin bahwa kali ini aku akan sampai ke EBC....semoga saja.....

Everest: hari 15

Sakit di negeri orang itu tidak menyenangkan...dan sakit di pegunungan itu 2 kali lipat ngga menyenangkan... Aku ditinggal sendirian untuk beraklimatisasi, sementara yang lainnya sudah sampai di EBC...termasuk Anton.... Ia sudah berangkat 2 hari yang lalu ditemani salah satu guide bernama Tes. Anton harus buru-buru, karena harus meliput tim seven summit berangkat untuk mendaki everest dini hari tadi... Syukurlah...ia sudah berhasil tiba di EBC kemarin sore. Gambar telah dikirimkan Anton dari EBC ke Jakarta, sedangkan aku mengirimkan naskah berita di Periche. Tidak berada di EBC, terus terang saja, menggangguku....

 Sempat terpikir untuk turun saja Namche... Toh disana suasana lebih menyenangkan, karena ada pasar dan toko-toko yang bisa dikunjungi setiap hari. Di Namche juga ada koneksi internet yang bagus untuk behubungan dengan teman-teman di Indonesia...Paling tidak...tidak akan se terisolir di tempatku saat ini...:/ (seandainya ada lagu yang bisa menggambarkan perasaanku saat ini..)

ulang tahun Anton di EBC
 Aku sudah cukup bosan dengan menu yang sama setiap hari...rara noddle, vegetable curry, spagetti, tuna fried rice.... Aku tidak mau mencoba menu daging lainnya karena Kitab sudah berpesan bahwa di desa-desa di atas Namche  daging sudah tidak segar. Kalau sudah seperti ini, angan-anganku seringkali merindukan pecel lele di depan kantor...atau pizza hut...atau hoka-hoka bento di citraland...atau sushitei di central park....aku juga pengen makan tempe....pengen makan tahu...pengen makan burger....!!!!! (kisah ini semakin memilukan sekaligus memalukan...(T____T),,,,dan kenapa lagu yang mengalun di ruangan hari ini adalah lagu "You and Me" nya Lifehouse....)

 Bagaimana mungkin aku sudah jauh-jauh ke himalaya tanpa menginjakkan kaki ke EBC??!!! Aku ngga mau.... Tapi sejauh ini kondisi fisikku menjadi kendala utama... Sepanjang aklimatisasi, aku sudah berusaha meminum lebih banyak air panas dan makan sup bawang putih...berharap darahku akan semakin encer...seencer-encernya....Untuk bisa menyerap oksigen sebanyak-banyaknya...

kiri-kanan: Kang Hendrikus, Mandorje, Anton
 Tadi Tes, yang sebelumnya mengantar Anton ke EBC, telah kembali dari EBC setelah mengantar anton. Aku bilang pada Tes bahwa besok aku akan mencoba lagi untuk naik ke EBC. Semoga kali ini berhasil....

 O, ya...hari ini rekanku, anton, berulangtahun yang ke 28.... Beruntung sekali dia bisa merayakan ulang tahunnya di EBC...!!!! Kalau aku jadi anton, pengalaman ulang tahun di EBC akan menjadi salah satu pengalaman tidak terlupakan seumur hidup... Disini, aku hanya bisa mengangkat segelas lemon tea untuk turut merayakannya....Selamat ulang tahun, kawan....

Rabu, 13 Juni 2012

Everest: hari 14

Aku bukanlah pecinta anak-anak kecil. Namun anak-anak dari pegunungan himalaya sangat mencuri perhatianku. Menurutku, mereka manis sekali, dengan mata yang sipit dan pipi yang memerah. Biasanya anak-anak perempuan rambutnya diikat kepang dua, sedangkan yang anak-anak cowo berambut pendek lurus. Sangat menyenangkan jika melihat mereka tertawa lepas... Beberapa anak kecil yang kami temui sangat fasih untuk bergaya, dengan merapatkan kedua tangan mereka membentuk sikap hormat sambil mengucapkan sapa, "namaste..."

anak-anak di himalaya pergi sekolah dengan berjalan kaki ber jam-jam
 Tidak banyak penduduk himalaya yang berpendidikan tinggi. Jumlah sekolah pun tidak banyak -- hanya beberapa, di Namche, Kumjung, dan entah dimana lagi. Jika anak-anak himalaya jalan pergi ke sekolah, mereka harus berjalan berkilo-kilo meter. Mungkin membutuhkan waktu 2-3 jam untuk sampai ke sekolah (entah mereka masih memiliki konsentrasi atau tidak untuk belajar setelahnya). Tidak jarang, bagi mereka yang merasa sekolah terlalu jauh dari tempat tinggal mereka (mengingat sekolah tidak selalu ada di setiap desa), mereka akan pindah dan tinggal di rumah saudara mereka yang terdekat dengan lokasi sekolah. Jangan kau bayangkan kata "dekat" dengan takaran jarak yang biasa kita pakai. Bagi penduduk himalaya ini, jarak 1-3 jam sudah terhitung dekat.

Karena banyak anak-anak pindah untuk tinggal di lokasi dekat sekolah, di desa-desa yang tidak ada sekolah sangat jarang terlihat anak-anak kecil. Kalau pun ada, kemungkinan masih berusia balita.

 Suatu hari dalam perjalanan kami, kami bertemu dengan sejumlah anak-anak yang baru pulang sekolah. Saat kami mulai mengajak mereka ngobrol, awalnya mereka malu-malu. Tapi saat kami mulai membagikan coklat, mereka mau diajak bicara. Dan karena mereka masih terlalu kecil untuk memahami bahasa inggris, kami berkomunikasi denganbahasa tubuh. Tentu saja, guide kami harus membantu menerjemahkan maksud kami pada anak-anak itu dalam bahasa nepal. Dan bocil-bocil itu hanya tertawa melihat tingkah kami sambil terus menggenggam coklat yang kami bagikan.


 Kami meminta mereka menyanyikan lagu kebangsaan Nepal. Tentu saja, sogokan coklat harus ditambah.... dan meskipun mereka menyanyikannya secara serampangan, lagu ...tetap terdengar merdu bagi kami.

bocah-bocah mengucapkan sambutan hangat "namaste.."
 Nepal adalah negara yang baru beranjak menjadi negara demokrasi pada tahun 2002. Sistem kerajaan yang telah berlaku selama ratusan tahun akhirnya direformasi menjadi sistem parlemen di bawah pimpinan perdana menteri. Nepal pun mengalami masa transisi demokrasi yang sulit. Sejak negara itu berubah hingga detik aku menulis kisah ini, konstitusi mereka belum dibuat. Itu artinya negara mereka berjalan tanpa konstitusi. Lalu bagaimana mungkin para pemimpin itu terpikirkan untuk memperbaiki pendidikan anak-anak di pegunungan himalaya ini???? Mereka hanya sanggup mewariskan bendera dan lagu kebangsaan yang dinyanyikan bocil-bocil ini dengan bangga... Aku harap suatu hari nanti salah satu anak dari himalaya akan duduk di pemerintahan dan menjadi pelopor pengembangan kawasan himalaya untuk memperbaiki kesejahteraan warganya....semoga saja....

namaste = hai/ halo...

foto by: Hari Susilo, Lori Singer

Everest: hari 13

Kemarin, Kami mendapat kiriman video dari teman-teman pendaki di EBC tentang persiapan sebelum mereka mendaki everest. Ternyata sebelum mendaki, mereka melakukan upacara phuja.

 Upacara ini dipimpin oleh sherpa. Mereka mendirikan tugu dari batu-batu yang disusun hingga tinggi ke atas. Kemudian di batu itu turut digantungkan bendera phuja warna warni. Di hadapan batu ituakan ditaruh sejumlah sesajian untuk para dewa gunung. Yang dipercayai, bahwa para pendaki akan menumpang mendaki di kediaman para dewa-dewa sehingga mereka harus memberikan persembahan berupa barang-barang yang mereka sukai. Jadi jangan heran kalau yang menjadi persembahan adalah sejumlah bir, coklat, dan minuman beralkohol....meskipun kita pun tidak mengetahui apakah kesukaan mereka selaras dengan kesukaan dewa...:D.....Seorang sherpa akan memimpin dengan membaca doa-doa. Setelah itu mereka juga melemparkan beras ke langit.

 Setelah semua selesai dilakukan, artinya para pendaki secara resmi telah meminta ijin untuk naik gunung. Tapi itu bukan berarti perjalanan mereka akan lancar. Aku sudah mendengar beberapa cerita tentang pendaki yang tewas dalam misi ke puncak; entah itu karena kehabisan oksigen, tersesat, atau karena kedinginan. Yang tidak kalah buruknya adalah apabila terkena frostbite. Saat kau mulai tidak bisa merasakan tangan dan kakimu sendiri, saat itulah kau harus khawatir dan mulai mengeceknya. Dan apabila kau menemukan jari-jarimu menghitam, itu artinya darahmu sudah membeku. Jika yang menghitam baru ujung-ujung jari, kamu bisa mengusahakan perolongan pertama dengan menggosok-gosok jari-jarimu ke batu hingga luka. Jangan khawatir...kamu tidak akan merasakan kesakitan karena darahmu sudah membeku('0'). Saat luka membuat darah mengalir, kau selamat. Namun jika warna hitam sudah menjalar hingga keseluruhan jari atau sampai telapak, itu artinya tangan/ kakimu harus diamputasi. Menyedihkan memang...tapi jika dibiarkan, maka darah beku itu akan menjalar dan semakin melebar, hingga dapat membuat keseluruhan lengan atau kakimu diamputasi.

 Frostbite bukan satu-satunya yang bisa menghampirimu di ketinggian. Hipotermia (turunnya suhu tubuh secara drastis akibat baju yang basah karena keringat), dehidrasi (kekurangan cairan), dan snowblind (buta mendadak) juga bisa terjadi. Yang paling berbahaya adalah high altitude pulmonary edema/ HAPE (cairan plasma masuk ke rongga paru2) dan high altitude cerebral edema/ HACE (cairan plasma masuk ke rongga otak). Dua yang terakhir ini bisa langsung mengarah pada kematian....

 Jika melihat resikonya, terus terang saja, aku heran kalau masih ada orang yang menyukai olahraga macam ini. Tapi sekali lagi, ini kembali ke selera... Hmm...mungkin dengan melihat tingkat resiko yang tinggi ini, paling tidak para pendaki belajar untuk selalu memohon restu dari Tuhan...(semoga mereka semua jadi tawakal...:D)

Everest: hari 12

Tinggal selama sekian hari di himalaya memberikan kesempatan untuk belajar bahasa lokal. Meskipun sekarang aku tau lumayan banyak, tapi nyatanya cukup sulit untuk mengaplikasikannya dalam dialog sehari2. Mungkin karena sesungguhnya mengaplikasikan bahasa inggris selama disini pun sudah membutuhkan perjuangan tersendiri bagiku:D

Inilah pelajaran bahasa nepalku hari ini yang diajarkan oleh guideku, Lalbadur:

guide kami yg baik hati, Kitab
Tatopani= hot water
Tisopani= cold water
Kana= bread
Bat= rice
Dut= milk
Chiya= tea
Laliguraz= called for raradenron in nepali

Azurama= old man/ old woman
Baba= father
Mami= mother
Sati= friend
Lavar= boyfriend/ girlfriend
Sirimati= wife
Siriman= husband
Baini= small sister
Bai= small brother
Didi= big sister
Da'i= big brother
Ramro= beautiful, handsome

 Ma la risutyo= i'm angry/ i hate u
Ma timilai samganchu=i miss u
Ma maya gharchu= i love u
Ma sutsu= i'm sleeping
Ma nindralagyo= i'm sleepy
Ma lai bok la gyo= i'm hungry
Ma a ga yo= i'm fueled
Ma lai ramrocha= i'm fine
Ma lai thikchaina= i'm not in good condition 

Jamadin ko supakamana= happy birthday
Ramropariwar= hope you get prosperity
Bayrogayo= God bless you
Paniparyo= rending
Gass= grass
Ram ro ri her nu= you look great today
Ma ga ya patsi samjera parkinsu= wait for me, i'll be back

Tim ro nam ti ho= what is your name?
Ma harayo, yo thau ko nam ke yo? = i'm lost, do you know where i am now?
Upahar?= can it be cheaper?
Timila Kostusa?= how are you?
 Subabihami = good morning, good afternoon
Subaratri = good night 


Kitab (baju hijau) berkoordinasi dengan anak buahnya untuk membawa barang-barang kami

Baiklahhh...wahai, Everest, ma ga ya patsi samjera parkinsu...ma lai thichaina. Nampaknya sekian hari ini....jadi, subaratri....:)

Everest: hari 11

O, ya...aku belum menceritakan bahwa aku akhirnya harus turun ke Lobuche. Ternyata AMSku menjadi kendala yang cukup diperhitungkan, karena akhirnya disertai diare. Dengan menyewa kuda, akhirnya aku dan Anton menuruni bukit batu menuju periche di tengah hujan es dan angin kencang....benar2 dramatis...! Sayangnya kami ngga berpikir untuk merekam adegan tersebut di kamera kami, karena takut keburu jadi boneka salju. Sesampai di Periche, matahari telah bersinar kembali, dan itu menjadi pertanda baik bagi kami:)

 Di tempat kami menginap saat ini, ada seorang anak muda yang kami juluki "Collin Farell". Kami juluki demikian, karena terus terang kami tidak tahu namanya, namun perawakannya seperti bintang hollywood Collin Farell, hanya  lebih kurus dan posturnya lebih kecil. Hanya, segagah apa pun dia, tetap saja telah membuat kami il- feel karena ternyata dia sangat pelit. Gimana engga, masa' 100 dollar yang biasanya dihargai 8300 rupee di Khatmandu, hanya dihargai hanya 7500 rupee oleh si Collin..! Sejak itu, kami menjulukinya 'si Collin matre' atau 'si Collin pelit'.

ini memang bukan dia^^...tapi kurang lebih begini...g percaya? tanya aja sama Anton:p
 Terlepas dari kejadian itu, si collin nampaknya anak yang sangat rajin. Setiap hari, paling engga dia harus bangun jam 6 pagi untuk menyiapkan sarapan bagi para pengunjung lodge nya yang biasanya akan sarapan sebelum berangkat jam setengah 8 hingga 10 pagi. Biasanya collin akan mondar- mandir bak setrika di ruang makan untuk mengantar pesanan, mengoper saus, mengambil piring kotor, atau sekedar mengisi tambahan air panas.

 Setelah itu, collin akan membereskan ruang makan. Ia me lap setiap meja, mengepel lantainya, dan sesekali mengecek alat-alat elektronik yang dititipkan untuk dicharge. Sehabis itu, ia akan mengecek facebooknya sendiri dan sedikit beristirahat.

 Saat jam makan siang, Collin akan kembali bak setrikaan. Pekerjaannya masih sama. Namun kali ini, waktunya akan lebih panjang, karena hingga jelang makan malam, akan ada banyak orang yang bersantai di ruang makan sambil memesan snack dan teh/ kopi. Jadi, Collin akan stand by di ruang makan menunggu pesanan maupun melayani para pelanggan yang ingin menggunakan fasilitas wifi atau internet.

 Jelang sore, Collin akan mengangkut jemuran di luar dan menyiapkan tungku pemanas. Ia akan mengangkat kotoran yak kering seember, dan memasukkannya ke dalam tungku. Suasana ruang makan yang semakin hangat saat suhu di luar semakin dingin akan mengundang para pengunjung lodge semakin merapat di tengah ruangan. Collin juga menyiapkan kamar mandi, karena biasanya di sore hari ada beberapa pengunjung yang ingin menggunakan fasilitas hot shower.

 Saat makan malam tiba, lagi-lagi, Collin jadi setrika di ruang makan. Ia tidak hanya mengantarkan makanan bagi para pengunjung, tapi juga memastikan kesiapan makanan bagi para sherpa yang mengantar pengunjung ke lodge nya. Makanan sherpa biasanya disiapkan jam 8 malam.

 Setelah itu, Collin akan mulai membereskan ruang makan hingga jam 10 malam. Saat itulah pekerjaannya selesai. Jadi, bisa kau bayangkan berapa lama ia bekerja setiap harinya.... Dan untuk itu, aku bisa mengacungkan 2 jempol untuknya.. Meskipun melihat dia menggunakan baju dan jaket yang sama selama berhari-hari menandakan betapa jarangnya ia mandi..... (Lori..kau kehilangan fokus..). Ok, tentu saja aku tidak menilai yang terakhir itu begitu buruk, mengingat sudah berapa lama pula aku tidak mandi....:/

Everest: hari 10

Hidup di daerah ketinggian tidaklah semudah yang kau bayangkan. Apa pun yang kau lakukan dengan mudah selama di dataran rendah, terasa sangat sulit untuk dilakukan di dataran tinggi...atau setidaknya, kau mebutuhkan energi 3-5 kali lipat dibandingkan yang kau butuhkan di dataran rendah.

 Contoh paling mudah adalah saat kau buang air. Baik untuk "pip" ataupun "pup", saat kau mulai jongkok, kau akan merasa seperti di suruh naik tangga bolak- balik 10 kali! Demikian pula saat kau bergerak menuju kamarmu yang terletak di lantai atas, rasanya seperti baru lari keliling rumah 3 kali...! Itu sebabnya, terkadang kau akan merasa malas bergerak di ketinggian, bahkan untuk ke toilet sekalipun. Dan berlari2 di daerah ketinggian, bagi orang biasa seperti kita, sama saja bunuh diri..... Tapi kalau kau kekurangan gerak, maka kau akan kedinginan. Jadi, gerak secukupnya itu penting....

menu sakit AMS: sup bawang putih dan teh jahe
 Selain itu, kau tidak boleh membiarkan perutmu kelaparan... Itu bisa jadi sangat  buruk. Kau harus membiarkan perutmu terus bekerja menghasilkan panas tubuh. Itu sebabnya ada baiknya untuk makan banyak, bahkan hingga 2 kali lipat porsi makan biasa. Dan yang paling penting adalah: air. Aku termasuk orang yang malas minum air. Bahkan biasanya aku tidak minum air sampai 8 gelas setiap harinya. Tapi selama di himalaya, paling engga aku minum 2-3 liter air...dan itu  pun terhitung minim jika dibandingkan teman-teman seperjalananku.

 Makanan yang laris di kalangan trakker adalah kripik pringles dan aneka coklat. Biasanya snack itu dimakan ditemani teh atau kopi. Tidak ada yang memesan es krim atau minuman dingin lainnya disini. Terkadang kami memesan air panas saja dan membawa kantong teh kesukaan kami sendiri.
"we want tatopani (bahasa nepal: air panas), please...", biasanya demikian permintaan kami.

 Air panas di himalaya berasala dari gleyser yang dipanaskan. Proses pemanasannya sendiri, kalau aku tidak salah, air geyser dari sungai dpanaskan hingga mendidih, kemudian disaring. Tapi yang jelas, sejak di tanah air kami sudah diwanti2 untuk selalu meminum air panas. Jika ingin air dingin, maka sebaiknya membeli air kemasan saja. Mengapa? Karena kami tidak akan pernah tahu kualitas gleyser yang kami minum, apakah itu bekas "pip" atau "pup" para pendaki, bekas kena kotoran hewan, maupun bekas injakan berbagai kaki trakker. Penyakit yang paling ditakuti selama pendakian, selain AMS, adalah diare. Kalau sudah terkena diare, kau tidak akan bisa melakukan apa pun...obatnya hanya satu: ke rumah sakit untuk mendapat perawatan. Dan diare datang dari makanan dan minuman yang tidak bersih.

 Kalau kau mencermati tatopanimu, maka terkadang ada "benda-benda kecil" yang melayang disana. Tapi aku biasanya tidak ambil pusing dan langsung meminumnya, dengan keyakinan bahwa aku sudah berdoa sebelum meminumnya dan air ini sudah mengalami pendidihan 100 derajad celcius yang memungkinkan berbagai jenis bakteri mati:p Tapi syukurlah, tehnologi semakin maju. Bagi orang-orang yang tidak mempercayai kemampuan pemanasan air untuk membunuh bakteri, kini sudah ada alat pembunuh bakteri. Sayangnya, aku tidak tahu namanya. Bentuknya seperti termometer bercahaya. Biasanya para pendaki yang membawanya akan mengadukkan termometer itu seperti sendok, ke dalam air yang akan diminum. Termometer tersebut akan diputar-putar di dalam air entah hingga berapa lama. Cara itu dipercaya dapat membunuh kuman dan bakteri dalam air....menurutku itu merepotkan... Aku lebih suka dengan cara kami yang konvensional....

Everest: hari 9

makanan yg seharusnya terasa enak;(
Pagi ini lobuche diselimuti oleh salju. Untuk pertama kalinya aku melihat salju tebal ada di sekelilingku. Tapi ini berbeda dengan yang aku idam-idamkan.

 Waktu kecil, aku suka melihat salju di film-film kartun yang menceritakan natal, seperti di film "Home Alone".  Ada boneka-boneka salju dan santa claus yang menggunakan jaket tebal membagi-bagi kan hadiah. Ada sekelompok anak-anak kecil yang bermain lempar-lempar an bola salju di halaman dan ada pohon-pohon cemara yang di daunnya tertempel butiran salju yang lembut. Aku bahkan pernah berharap untuk pernah merasakan musim dingin di eropa, agar bisa merasakan salju dan bermain ice skating di danau yang membeku...ahhh...rasanya pasti indah sekali....

Anton mengedit gambar
 Tapi kali ini, jangankan menyentuh saljunya...pergi ke luar saja aku enggan sekali. Aku hanya duduk di ruang makan sambil mengerjakan beritaku, karena ruang makan lebih hangat daripada kamarku.

 Semalam, aku kesulitan tidur. Aku hanya bangun untuk ke toilet sekali, dan setelah itu tidak dapat tidur selama berjam-jam. Dadaku terasa sakit, sehingga aku harus mengganti posisi tidurku berkali-kali untuk mempermudah pernapasan. Aku bagaikan kepompong yang menggeliat di dalam sleeping bag ku. Dan jika setiap malam aku harus tidur seperti itu, maka aku tidak berharap untuk bertemu dengan malam lagi.

para pendaki menunggu cuaca baik
 Aku bersama dengan Anton. Ia memilih untuk menemaniku dan mengerjakan berita kami ketimbang melanjutkan perjalanan ke gorakshep, yang katanya, hanya membutuhkan waktu 3-4 jam perjalanan. Sisa sore ini kami habiskan untuk mendengarkan cerita dari para trakker lain yang sibuk menjelajahi beberapa puncak himalaya lainnya, seperti kalapathar dan island peak. Selain itu, yang ada hanyalah segelas black tea, segelas lemon tea, segelas ginger tea....lagi...lagi...lagi..... Dan saat aku menulis diary ini, salju kembali turun dari langit dengan lembutnya... Ohhh....semoga aklimatisasi tubuh ini segera berakhir....Aku berharap salju tidak turun saat aku bergerak ke Gorakshep...

Everest: hari 8



Mungkin aku sudah menyebutkan AMS berkali-kali tanpa memberikan keterangan jelas mengenainya. AMS atau altitude  mountain sickness adalah gejala yang dialami oleh tubuh seorang trakker atau climber, karena adanya perpindahan tubuh ke tempat yang lebih tinggi secara tiba-tiba ( biasanya perpindahan di atas 500 m), dan tubuh belum bisa menyesuaikan diri. Bahasa kasar dari penyakit ini adalah penyakit "ditolak di ketinggian".

tumbuhan di jalan nyaris tak ada
 Setauku hingga hari ini masih diadakan penelitian mengenai AMS, karena seseorang yang terkena AMS tidak dapat diprediksi sebelumnya. Misalnya begini: seseorang yang rajin olahraga dan memiliki fisik yang atletis pun dapat terkena AMS, tapi orang yang tidak rutin berolahraga juga belum tentu terkena AMS. Korban AMS bisa dibilang random....Bahkan seorang climber yang pernah mendaki gunung di ketinggian 5000 m bisa terkena AMS saat mendaki gunung lainnya hanya di ketinggian 4000 m. Jadi, yang bisa kami percaya hingga saat ini, terkena AMS atau tidak ditentukan oleh bawaan gen yang diwariskan oleh orang tua masing-masing individu.

 AMS memiliki beberapa gejala. Dan seseorang yang terkena AMS bisa mengalami gejala yang berbeda dengan penderita AMS lainnya. Paling tidak, inilah gejalanya:
Pusing di kepala bagian belakang
Tidak nafsu makan Sulit tidur
salah satu rute yang kami lewati
Kesulitan bernapas
Mudah lelah
Kehilangan kontrol terhadap anggota tubuh.
Sakit perut/ mual
Buang kotoran berdarah

 Dalam beberapa hal, AMS menjadi sesuatu yang wajar dialami pendaki dan tidak membahyakan. Namun, Seseorang yang terkena AMS tidak boleh memaksakan diri untuk terus mendaki, karena dapat berakibat fatal: hingga menyebabkan kematian... Namun kecendrungan yang dialami para pendaki di ketinggian adalah ambisi yang berkobar-kobar, hingga mengabaikan gejala-gejala AMS yang timbul. Makanya, selain dari kecelakaan, AMS pun dapat menjadi salah satu penyebab kematian di gunung, karena pendaki terlambat mendapat pertolongan pada waktunya saat AMS memburuk...

berpose sebelum tepar ...xoxo
 Bagian paling menyebalkan dari keseluruhan cerita hari ini adalah: aku terkena AMS! Perpindahan dari Periche ke Lobuche sebenarnya tidak begitu ekstrim, hanya 600 m. Namun mungkin ini terjadi karena oksigen semakin tipis. Aku merasakan ada sesuatu yang aneh saat pergerakan tubuhku tidak sesuai dengan keinginan otakku. Aku merasa kakiku sangat lambat berjalan, dan dadaku berkali-kali sesak, sehingga aku harus berhenti berkali-kali untuk mengambil napas. Saat aku terlihat kesusahan, nampaknya guide kami, Kitab, menyadari aku mulai menunjukkan gejala awal AMS. Kitab segera berada di belakang rombongan dan mendampingiku sepanjang perjalanan 7 jam ke Lobuche.

 Sampai di Lobuche, aku sudah berjalan seperti robot. Yang ada di otakku hanyalah tungku pemanas...tungku pemanas....dan tungku pemanas.... Sesampai di lodge tempat kami menginap, tujuanku hanya satu: duduk Di dekat tungku pemanas. aku duduk bagaikan boneka lunglai. Aku merasa ini adalah perjalanan tersulit seumur hidupku. Aku ngga yakin bisa melanjutkan perjalanan lagi besok. Mungkinkah ini adalah 'puncak'ku??? Ohh...God.....tinggal naik 400 m lagi, dan kami akan sampai di EBC....! Haruskah aku berhenti disini??!!

 Malam ini aku tidak bisa menghabiskan makan malamku. Perutku terasa mual. Hari ini aku sudah menelan obat sakit kepala dan obat pengencer darah (diamox). Semoga obatnya bereaksi dengan cepat.... Kitab menyarankan agar besok aku tidak melanjutkan perjalanan ke Gorakshep. AMS menandakan bahwa tubuh kita membutuhkan waktu untuk aklimatisasi (adaptasi terhadap ketinggian). Jika kondisi tubuhku tidak membaik, maka aku harus turun ke Lobuche, dimana tubuhku lebih mudah menyusaikan diri. Ini menyedihkan.... Tetapi,  Kitab menekankan berkali-kali, "life is more important....".

 Ya...ya...ya...aku tau bahwa hidupku lebih penting... Tapi berapa lama aku membutuhkan waktu untuk aklimatisasi??? Aku ngga tau. Dan kali ini aku ngga mau memikirkannya.... Kepalaku pusing....(T_____T)