gahwa |
Liputan kami di Bahrain sudah usai. Kami akan segera meninggalkan tempat ini…saying sekali. Sebenarnya aku tertarik untuk membuat beberapa liputan soft news. Namun karena ijin kami sudah habis (dan pengawasan di berbagai tempat masih super ketat), akhirnya aku mengurungkan niatku.
halwa yang berwarna-warni |
Sebelum kami pulang, Suheir mengajak kami untuk mengunjungi salah satu kota tua di Bahrain -- namanya Muharraq. Ini adalah ibukota Bahrain di masa lampau. Nampaknya pemerintah setempat berketetapan untuk menjaga nilai-nilai tradisional yang ada di kota itu, sehingga ada banyak bangunan dan tempat pertemuan yang tidak dirombak dan dibiarkan dalam wujud aslinya -- berbeda dengan Manama yang sudah dihiasi oleh gedung-gedung bertingkat dan banyak café-cafe bergaya barat.
Kami menyempatkan diri ke gedung pertemuan kaum lelaki disana. Katanya dulu para lelaki suka berkumpul untuk berbincang-bincang (aku rasa juga bergosip) sambil memainkan pemainan tradisional, seperti karambol dan dam. Tempat itu sangat populer, terutama saat menunggu waktu berbuka puasa. (aku mulai sedikit memahami, kenapa ibu-ibu memang bisa memilih untuk berkumpul dan bergosip dirumah-rumah saja:p)
Di Muharraq kami juga mencicipi makanan tradisional Bahrain. Kami makan snack yang namanya hamour. Bentuknya segitiga kecil dengan irirsan daging ikan di dalamnya. Ada dalam versi goreng, panggang, dan kukus. Terus ada juga semacam jelly manis yang namanya halwa showaiter. Halwa ini hanya wujudnya yang seperti jelly, tetapi lembeknya agak kayak dodol. Biasanya di atas halwa bisa ada toping, seperti irisan kacang atau daun. Menurut Suheir, halwabiasanya disajikan sambil minum teh. Namun karena toko tempat kami mencicipi snack-snack itu ngga menyediakan teh, maka kami menggantinya dengan minum kopi setempat yang namanya gahwa. Suheir sempat menegur pemilik toko itu mengapa tidak menyediakan teh (aku, Yudi, dan Timmy jadi merasa ngga enak, dan pura-pura ngga tau…). Mencicipi gahwa ternyata membutuhkan erjuangan tersendiri. Rasa kopinya nnga enak (mendingan kopi kapal api, jelas lebih enak…). Meskipun aku ngga menghabiskannya, tapi setidaknya memberi kesempatan untuk mencicipi.
Sambil mencicipi makanan, kami sempat mengitari pasar tradisional di Muharraq yang sedikit banyak mirip pasar di Indonesia. (bahkan bisa kukatakan kayak pasar klandasan di Balikpapan). Bedanya adalah pasar di Muharraq lebih bersih. Di jalan-jalannya ngga ada tanah, lumpur, dan sampah. Semuanya kering dan bersih.
Sebagai penutup perjalanan sebelum aku, Timmy, dan Yudi diantar ke bandara, Suheir megajak kami makan kue kentang dengan bumbu kari yang sangat banyak. (kami sampai bingung bagaimana cara menghabiskannya..(_ _?) ). Bagaimanapunn juga, Suheir benar-benar sangat
baik. Bahkan ia membelikan kami beberapa kripik khas Bahrain sebagai camilan kami.
Sebelum berpisah, tak lupa ia mengingatkan agar selalu mengingat Bahrain. Dan, terus
terang saja, aku salut pada diri Suheir secara pribadi -- bagaimana ia mencintai negaranya
dan mengenal apa yang ada disana. Ini mengenyampingkan penilaian awalku tentang dirinya (pastinya kau ingat bagaimana pandangan awalku terhadapnya…). Betapa beruntungnya negara yang memiliki penduduk yang mencintai negerinya seperti Suheir...
Kami menyempatkan diri ke gedung pertemuan kaum lelaki disana. Katanya dulu para lelaki suka berkumpul untuk berbincang-bincang (aku rasa juga bergosip) sambil memainkan pemainan tradisional, seperti karambol dan dam. Tempat itu sangat populer, terutama saat menunggu waktu berbuka puasa. (aku mulai sedikit memahami, kenapa ibu-ibu memang bisa memilih untuk berkumpul dan bergosip dirumah-rumah saja:p)
Di Muharraq kami juga mencicipi makanan tradisional Bahrain. Kami makan snack yang namanya hamour. Bentuknya segitiga kecil dengan irirsan daging ikan di dalamnya. Ada dalam versi goreng, panggang, dan kukus. Terus ada juga semacam jelly manis yang namanya halwa showaiter. Halwa ini hanya wujudnya yang seperti jelly, tetapi lembeknya agak kayak dodol. Biasanya di atas halwa bisa ada toping, seperti irisan kacang atau daun. Menurut Suheir, halwabiasanya disajikan sambil minum teh. Namun karena toko tempat kami mencicipi snack-snack itu ngga menyediakan teh, maka kami menggantinya dengan minum kopi setempat yang namanya gahwa. Suheir sempat menegur pemilik toko itu mengapa tidak menyediakan teh (aku, Yudi, dan Timmy jadi merasa ngga enak, dan pura-pura ngga tau…). Mencicipi gahwa ternyata membutuhkan erjuangan tersendiri. Rasa kopinya nnga enak (mendingan kopi kapal api, jelas lebih enak…). Meskipun aku ngga menghabiskannya, tapi setidaknya memberi kesempatan untuk mencicipi.
Sambil mencicipi makanan, kami sempat mengitari pasar tradisional di Muharraq yang sedikit banyak mirip pasar di Indonesia. (bahkan bisa kukatakan kayak pasar klandasan di Balikpapan). Bedanya adalah pasar di Muharraq lebih bersih. Di jalan-jalannya ngga ada tanah, lumpur, dan sampah. Semuanya kering dan bersih.
Sebagai penutup perjalanan sebelum aku, Timmy, dan Yudi diantar ke bandara, Suheir megajak kami makan kue kentang dengan bumbu kari yang sangat banyak. (kami sampai bingung bagaimana cara menghabiskannya..(_ _?) ). Bagaimanapunn juga, Suheir benar-benar sangat
baik. Bahkan ia membelikan kami beberapa kripik khas Bahrain sebagai camilan kami.
Sebelum berpisah, tak lupa ia mengingatkan agar selalu mengingat Bahrain. Dan, terus
terang saja, aku salut pada diri Suheir secara pribadi -- bagaimana ia mencintai negaranya
dan mengenal apa yang ada disana. Ini mengenyampingkan penilaian awalku tentang dirinya (pastinya kau ingat bagaimana pandangan awalku terhadapnya…). Betapa beruntungnya negara yang memiliki penduduk yang mencintai negerinya seperti Suheir...
permainan kaum pria di muharraq |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar