Halaman

Senin, 23 Juli 2012

Everest: hari 26



Anton dan rombongan tiba hari ini di Khatmandu.... Syukur deh akhirnya kami dan rombongan bisa berkumpul, meskipun karena cuaca buruk mereka terpaksa menghanguskan tiket pesawat mereka dan memilih membayar ekstra untuk menyewa helikoper. Tibanya seluruh tim di Khatmandu menandakan berakhirnya misi 7 summits kali ini, dan semua merasa lega...meskipun aku dan Anton masih memiliki beberapa berita dan paket untuk diselesaikan:p

Kedatangan tim 7 summits di Khatmandu bertepatan dengan acara makan malam yang digelar oleh kedubes Indonesia di Nepal, khusus untuk merayakan keberhasilan tim 7 summits mencapai Everest. Jadi, malam harinya kami langsung menuju hotel shangri-La yang letaknya agak di pinggir kota Khatmandu.

Baru dalam pertemuan malam ini lah aku bertemu dengan warga Indonesia lainnya yang tinggal di Khatmandu. Memang sihhh…tidak banyak warga negara Indonesia disini. Mungkin jumlahnya hanya berkisar ratusan saka. Rata-rata mereka adalah keluarga dari pegawai kedutaan yang dinas di Nepal, TKI, atau pun para tenaga NGO. Ada juga WNI yang menikah dengan warga negara asing yang berdomisili di Nepal, bahkan ada pula WNP (warga negara Nepal) berdarah Indonesia yang tinggal turun temurun di negara ini. Senang rasanya bisa merasakan suasana layaknya di negeri sendiri, dimana kami bisa berdialog dengan bahasa Indonesia. Sayangnya, meskipun ini acara yang diharapkan sangat bernuansa Indonesia, masakan yang dihidangkan tetap masakan khas Nepal... padahal, pasti bakal lebih mantap klo bisa makan sate, rending, ayam gulai padang, atau lele (_ _)

Aku cukup salut dengan warga Indonesia yang tinggal di Nepal. Tentu saja, setiap orang yang memilih untuk tinggal jauh dari tanah airnya adalah karena alas an mencari penghidupan yang lebih baik. Namun tentunya beban social yang mereka hadapi berbeda dengan WNI yang mengadu nasib di Negara-negara yang lebih makmur dan  teratur, seperti di Eropa dan Amerika. Selain mereka roaming bahasa Nepal, kota-kota di Nepal dengan segala permasalahannya bukanlah daerah yang sedap di pandang mata (kecuali pegunungan Himalayanya…). Dan dilihat dari pekerjaannya, tentunya TKI di Nepal bukanlah jenis TKI yang menjadi pembantu rumah tangga, seperti di Malaysia atau Negara-negara arab. Mereka adalah TKI untuk jenis pekerjaan terdidik hingga professional. Jadi, aku pun cukup takjub dengan mereka WNI yang merasa nyaman dan bisa tinggal hingga beberapa generasi di negara ini…

Di awal acara, kata-kata sambutan diberikan oleh Duta besar Indonesia untuk Bangladesh dan Nepal, Zet Mirzal Zainuddin. Sebenarnya Pak Mirzal berkantor di Bangladesh. Tetapi begitu mengetahui kami menyelesaikan misi di Nepal, beliau bela-belain untuk terbang dari Bangladesh dan mengundang kami makan malam. Dalam sambutannya, Pak Mirzal berharap Indonesia juga akan semakin dikenal dengan prestasi-prestasi pendakian gunungnya...soalnya selama ini khan Indonesia lebih dikenal dengan bulu tangkisnya (itu pun beberapa tahun belakangan sudah mulai digeser prestasinya oleh China). Dan entah mengapa, olahraga sepakbola dikenal sampe ke pelosok Indonesia (padahal prestasi kita di cabang ini, sejak jaman Indonesia awal merdeka pun, tidak lah menggembirakan (- . -) )

So far, acara malam ini menyenangkan. Dan setelah selesai acara, kami masih lanjut dengan hang out ke tempat bernama Jazz Up Stair. Bentuknya seperti ruko dengan fisik yang tidak meyakinkan, tetapi di ruang lantai atas ternyata ada semacam mini concert  yang digelar......dan tentunya selalu aliran jazz. Mini concert rutin dilakukan hari Rabu dan Sabtu (if i'm not mistaken, ya...). Di luar itu, tempat ini hanyalah bar biasa....suasananya agak remang-remang gimanaaa.....gitu. Tapi buat yang suka jazz, mereka bakal enjoy banget disana sampe sekitar jam 2 pagi… Sayangnya…aku bukan salah satu dari mereka yang bisa happy melek sampe jam 2 pagi. Dengan berat hati, aku menikmati show jazz nya sambil terkantuk-kantuk…


Tidak ada komentar:

Posting Komentar