Halaman

Senin, 23 Juli 2012

Everest: hari 28

Mungkin aku adalah satu dari sekian banyak orang yang masih tidak mengerti dengan hobi mendaki gunung…dan mereka yang menggemarinya. Bahkan setlah mencobanya melalui liputan di Himalaya ini, aku masih tidak menemukan passion nya. Orang sepertiku akan bertanya-tanya, dimanakah letak kenikmatan pergi ke tempat berbahaya dan menguras tenaga?? Tempat dimana suhu, iklim, dan linkungannya bukanlah tempat yang dapat diterima oleh tubuh kebanyakan manusia?!!?? Dan tentunya, para pecinta olahraga mendaki akan memiliki 1001 jawaban atas pertanyaan tersebut…

Gunung-gunung es, seperti Everest, tentunya menjadi dambaan bagi seluruh pendaki di dunia. Dan terbukti ratusan orang dengan bangga mempublikasik

Chiring bersama tim yang berhasil ia bawa ke Everest
an keberhasilan mereka mencapai summit Everest...bahkan menjadi kebanggaan jika mereka bisa mendaki sebagai solo climber.   Publikasi akan mengundang decak kagum dari berbagai kalangan, termasuk sponsor -- dan mereka memang layak untuk mendapatkannya. Tetapi nampaknya banyak oang yang lupa bahwa sehebat apa pun para pendaki macam ini, mereka tidak akan sanggup untuk melakukannya tanpa bantuan para porter yang mendampingi mereka. Para porter menempuh jalan yang sama dengan yang para pendaki tempuh -- bahkan berangkat lebih awal, untuk menyediakan tenda dan tabung-tabung oksigen -- dan mengangkat barang-barang si pendaki. Di saat para porter membawa beban tersebut di tengah salju, si pendaki berjalan 'hanya' dengan beban tongkat dan tabung oksigen yang mereka pakai. Terkadang para porter pun harus mengorbankan tabung oksigen mereka untuk para pendaki yang kepayahan atau kekurangan oksigen di tengah jalan. Jadi sebenarnya siapa yang lebih hebat??? Para pendaki melakukannya untuk nama, tetapi para porter melakukannya untuk memenuhi kebutuhan dapur keluarga mereka saja.

Kenyataan inilah akhirnya yang menginspirasi salah seorang guide kami, Chiring. Ia lahir dari sebuah keluarga miskin di Rowaling, sebuah desa di ketinggian lebih dari 4000 m dpl.  Saat ia kecil, orang tuanya meninggal. Jadi kau bisa bayankan betapa susahnya hidupnya. Paman Chiring memperkenalkan dunia pendakian padanya. Akhirnya Chiring pun termotivasi untuk menjadi seorang pendaki, porter, dan akhirnya menjadi guide.bagi pendaki gunung.

Jika dilihat dari penampilannya, kau tidak akan percaya pria gemuk bertampang polos dan lucu tersebut adalah seorang pendaki. Badannya pun tingginya hany sekitar 165 cm. Tapi Chiring bahkan menantang bahwa ia masih sanggup mengangkat 6-8 tabung oksigen di ketinggian di atas 5000 m dpl....dia benar-benar anak gunung...!
Oh, ya…kembali ke inspirasi Chiring. Dengan bantuan seorang temannya yang adalah jurnalis Inggris (eh…Inggris atau Amerika, ya…???), Chiring membantu menulis buku berjudul “Burried in the Sky”. Cerita besar dari buku ini adalah tentang pendakian gunung K2 (perbatasan China dan India) pada tahun 2008 yang banyak menelan korban jiwa. K2, menurut cerita, memng adalah gunung yang menyeramkan. Kemungkinan kegagalan pendaki yang berujung kematian adalah 1 berbanding 5 dengan yang berhasil. Chiring ikut ambil bagian dalam ekspedisi itu. Ia bahkan berhasil naik kesana tanpa bantuan tabung oksigen!!!
kiri-kanan: Chiring, aku, Hiro
Namun buku itu juga menceritakan perjuangan para porter (Sherpa) dan para pendaki yang menjadi korban dari ganasnya tantangan alam di K2. Jadi, lebih dari sekdar menunjukkan betapa hebatnya manusia yang berhasil menaklukkan K2, ada kisah pengorbanan, luka, dan testimony dari keluarga korban yang ditinggalkan. Tujuan Chiring, melalui buku tersebut, orang-orang tidak hanya melihat gunung sebagai bentang alam yang indah ataupun pendaki yang hebat. Tetapi orang lebih sadar akibat fatal dan resiko yang bias mengintai kapan saja dalam pendakian…yang terkadang bukanlah karena kelalaian manusia. Selain itu, Chiring ingin mengangkat nama para Sherpa/ porter, agar mereka tidak dipndang sebelah mata. Mereka memang dibayar untuk melakukan tugasnya. Tetapi mereka juga manusia, yang memiliki keluarga yang menantikan mereka di rumah…
Mendengar cerita Chiring, hatiku benar-benar terenyuh. Ingin rasanya langsung membeli bukunya. Tapi saat launching perdananya akan di Eropa. Mungkin baru tahun depan masuk Indonesia…huff….















Tidak ada komentar:

Posting Komentar