Halaman

Minggu, 02 Desember 2012

Yordania: Mencapai Titik Terendah di Dunia



Salah satu tempat wisata Yordania yang juga terkenal adalah Laut Mati atau dalam bahasa Ibraninya, Yam-Hamelah. Ini adalah posisi titik terendah di muka bumi – yaitu sekitar 400 m di bawah permukaan laut. Setiap tahunnya, diperkirakan jumlah turis pengunjung Laut mati mencapai 600,000 orang! Pariwisata memang menyumbang 10-12 persen dari Produk Domestik Bruto Yordania.
menuju Laut Mati

Meskipun dinamakan Laut mati, sebenarnya ini adalah danau, karena airnya ngga berotasi – meskipun airnya pun asin kayak air laut pada umumnya. Posisi Laut Mati memisahkan Israel dari wilayah Yordania dan Palestina. Karena posisinya yang juga rendah itulah, kadar garam di Laut Mati sangat tinggi – konsentratnya sekitar 35% -- menyebabkan ngga ada binatang air mana pun yang bisa bertahan hidup di dalamnya.

Menurut penelitian, Laut Mati menunjukkan tingginya khasiat mineral air laut. Konon, ada 35 jenis mineral yang terkandung di danau seluas 18 kilometer persegi dengan panjang 67 kilometer persegi tersebut. Dan akhirnya lumpur dari Laut Mati jadi terkenal, karena dipakai sebagai bahan produk-produk kecantikan. Antara percaya dan engga, sesampainya di tempat wisata itu, aku pun mencoba ‘ritual ‘yang biasa dilakukan turis di Laut Mati – luluran lumpur. Mulai dari wajah, tangan, sampai kaki (dalam sekejap aku berubah menjadi Dakocan). Sedangkan Timmy dan Yudi lebih tertarik untuk berenang di laut – membuktikan bagaimana kadar garam yang tinggi di danau itu dapat membuat apa pun yang ada di dalamnya mengapung – termasuk orang yang ngga bisa berenang… Padahal siang tadi saat kami tiba disana, matahari terik sekali.

Menurut Timmy dan Yudi – karena aku memilih untuk berjemur saja dalam ‘selubungan’ lumpur, dan tidak berenang – air Laut mati membuat kulit terasa perih. Mereka pun akhirnya tidak mau berendam terlalu lama disana setelah mengambil foto dalam beberapa pose mengapung. Dan ternyata mengapung disana memang sangat mudah…cukup berbaring saja, dan dijamin 100% mengapung. Tapi saat keluar dari air, kulit mereka terasa seperti dilumuri minyak – licin sekali. Dan tanpa sengaja, Yudi terciprat air danau tersebut dan mengenai matanya. Katanya pedih sekali. Barulah sehabis itu kami melihat papan yang bertuliskan peringatan agar jangan sampai terciprat air Laut Mati (telat sekali…)

penampakan Laut Mati dari resort
Saat aku mencari-cari tentang Laut Mati di internet, inilah yang kudapatkan… Para pakar selama beberapa tahun terakhir terus mengkhawatirkan kian anjloknya permukaan Laut Mati. Kalau pada 1970, permukaannya tercatat 395 meter di bawah permukaan laut (dpl), pada 2006 sudah berada di level 423 meter dpl. Itu berarti rata-rata turun 1 meter per tahun. Buntutnya, karakteristik Laut Mati pun terancam. Sebab, permukaan air tanah ikut tergerus infiltrasi air dari luar, terutama dari Sungai Jordan yang bermuara di tempat tersebut. Kadar garamnya pun perlahan berkurang. Padahal, justru di situlah letak keistimewaan Laut Mati. Banyak yang menuding, tingginya laju pembukaan lahan pertanian dan pembangunan berbagai properti, seperti hotel dan apartemen, turut merusak lingkungan Laut Mati. Kandungan air Laut Mati menjadi menyusut karena sumber-sumber air dalam tanah tersedot berbagai proyek tersebut.

Mengenai hal itu, memang sebelum mencapai Laut Mati kami melewati Suwayma, wilayah Laut Mati sisi Jordania berada, yang dikenal sebagai sentra pertanian. Wilayah Suwayma memang terhitung subur, bagaikan warna hijau di tengah luasnya padang pasir dan batu berwarna coklat. Selain adanya ladang-ladang tani, terdapat juga berbagai hotel, restoran, supermarket, dan ada beberapa bangunan bar, seperti resort, yang tengah digarap di sekitar al-Bahr al-Mayyit sisi Jordan. (uppss…kami pun melihat salah satu proyek hotel Emaar ada di pinggir danau itu..)

Masih menurut tulisan yang kubaca di internet, sejak 2009 hingga kini Yordania –yang sangat miskin sumber air– serius menggarap Jordan National Red Sea Development Project. Itu adalah proyek air bersih sekaligus konservasi Laut Mati. Jadi, air laut dari Teluk Aqaba disalurkan melalui pipa untuk menjalani proses ’’degaramisasi’’ agar bisa dijadikan sumber air minum. Nah, air laut yan tersisa alias tak tersaring dialirkan ke Laut Mati untuk menjaga jumlah kandungan air serta, yang paling penting, kadar garamnya. Hingga kini, infrastruktur proyek itu belum seratus persen selesai. Efektivitasnya untuk menyelamatkan Laut Mati otomatis belum terbukti





Tidak ada komentar:

Posting Komentar