penampakan Amman dari atas bukit |
Apa kepentingan aku dan teman-temanku sampai ke Yordania? Sebenarnya tidak ada. Kami kehabisan visa, dan membutuhkan waktu beberapa hari untuk mengurusnya. Maka kami harus masuk ke negara lain yang mengijinkan turis masuk dengan visa on arrival…dan itu pun berarti kami harus mengijinkan alat-alat broadcast yang kami bawa untuk ditahan. Maka jadilah kami ke negara Yordania bak pelancong.
Bandara Queen Aliya, Yordania memang tidak sebesar dan sebagus bandara di Dubai Int'l Airport, UEA. Tapi paling engga jalurnya simple dan keimigrasiannya ngga seketat di UEA. Begitu kami keluar bandara, seorang supir menjemput kami dan segera membawa kami ke ibukotanya yang bernama Amman.
Jika mau melihat kota Timur Tengah yang mendekati bentuk aslinya, seperti yang sering muncul di film-film bertema sejarah, Yordania tempatnya. Di Yordania, kamu akan menemukan masih banyak padang luas dan bukit-bukit dengan rumput yang semi hijau-kekuningan serta tanah berupa pasir berbatu. Lalu akan ada sekawanan domba, kambing, atau keledai yang sedang berbaring atau makan rumput disana bersama dengan gembala yang nampak menjagai kawanan hewan lucu itu. Ini membuat aku lebih mudah mengimajinasikan dalam benakku bagaimana kisah Tuhan Yesus saat menceritakan tentang perumpamaan “gembala yang baik bersama kawanan domba-domba gembalaannya”.=)
Ternyata bukan hanya kawanan domba dan keledai yang ada di pinggir jalan, tetapi juga tenda-tenda. Awalnya kukira itu adalah rumah orang miskin di negeri ini. Tapi ternyata tidak… Supir kami (yang aku lupa namanya) bilang kalau ada warga gipsi yang suka tinggal nomaden/ berpindah-pindah. Selain itu, ada juga penduduk setempat yang memang sudah memiliki rumah, tetapi memilih untuk tinggal di tenda-tenda semacam itu pada musim tertentu. (Hmm..kebiasaan yang aneh menurutku). Bedanya tenda penduduk setempat dengan tenda milik gipsy, adalah pada warnanya – gipsy cenderung menggunakan tenda warna-warni, sedangkan warga arab Yordan menggunakan tenda warna putih lusuh.
Jalanan dari bandara menuju kota Nampak sepi, meskipun ada beberapa tempat perhentian. Udara di luar cukup sejuk dan kering. Katanya jika kami datang seminggu lebih awal, kami bakal masih sempat menyaksikan salju turun menutupi kota.
Memasuki kota Amman, kamu akan melihat rumah-rumah seperti yang muncul dalam film Passion of the Christ. Berbeda dengan Dubai yang rumah-rumahnya sudah banyak modifikasi cat dan bentuk, rumah di Amman dan gedung-gedungnya masih beratap datar dan banyak yang terbuat dari dinding batu-pasir berwarna salem -- sangat mirip dengan warna pasir gurun. Amman benar-benar kota yang tenang dan nampak masih statis. Mungkin bisa diumpamakan dengan kota Tarakan di Kalimantan Timur. Tidak terlihat keramaian di kota ini. Mall yang ada bahkan kalah besar jika dibandingkan dengan Balikpapan Center. Memang ada KFC, Pizza Hut, Domino's Pizza dan beberapa produk franchiselainnya, tetapi tidak banyak. Sekali mengelilingi mall nya, pasti langsung bosan. Dan seperti hal nya penduduk di UEA dan Bahrain, penduduk lokal fasih berbahasa inggris, hanya saja tidak banyak pekerja dari Asia Selatan, Asia Timur, maupun Asia Tenggara disini. Di jalan-jalan, yang kami temui hanya warga Arab.
Kami diantarkan ke sebuah hotel yang bernama Holiday Inn. Hari menjelang gelap, suhu udara sudah turun hingga 15 derajad celcius, dan angin menjadi cukup kencang dibandingkan sore tadi. Yahhh…namanya juga masih peralihan dari musim dingin – berbeda dengan Bahrain dan UEA yang suhunya sudah mulai mencapai 35 derajad celcius di siang hari. Dan akhirnya mantel yang kami bawa dari Indonesia berguna juga…
Kami diantarkan ke sebuah hotel yang bernama Holiday Inn. Hari menjelang gelap, suhu udara sudah turun hingga 15 derajad celcius, dan angin menjadi cukup kencang dibandingkan sore tadi. Yahhh…namanya juga masih peralihan dari musim dingin – berbeda dengan Bahrain dan UEA yang suhunya sudah mulai mencapai 35 derajad celcius di siang hari. Dan akhirnya mantel yang kami bawa dari Indonesia berguna juga…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar